November 8, 2011

Terang itu

                Tempat itu gelap. Walaupun hangat dan nyaman, Reno tetap merasa ada yang kurang. Dia meraba-raba tubuhnya sendiri, mencari apa yang kurang. Tidak didapati apapun di tubuhnya. Ia menengok ke kiri dan ke kanan. Tidak terlihat apapun. Ia bisa merasakan ruangan itu tidak kecil dan sempit, tetapi besar dan kosong melompong. Seketika ia sadar, tidak ada terang di ruangan besar ini.
                Reno sendiri tidak mengerti bagaimana caranya ia bisa ada di dalam ruangan ini. Mungkin ia dilahirkan di sini, atau mungkin ia diculik dan disekap di ruangan ini serta dicuci otak. Yang pasti, ia tidak ingat apapun mengenai dunia di luar sana. Ia tidak tahu apa rasanya berada di dalam terang. Reno sendiri sudah berada disini cukup lama rasanya.
                Menyanyi. Hanya itu kerjanya sepanjang hari. Suara nyanyiannya membuat ruangan itu terasa penuh. Besar dan indah suaranya, seperti layaknya penyanyi opera profesional. Yang Reno nyanyikan adalah lagu-lagu berbahasa latin yang indah-indah artinya. Sesaat ketika Reno berhenti bernyanyi, sunyi sepilah ruangan besar itu. Kesepian itu langsung menyergap dirinya tanpa permisi. Menyergap lebih cepat dari pada cahaya.
                Sudah berbulan-bulan rasanya sejak Reno berada di tempat gelap itu. Reno sendiri tidak tahu kalau hari terus berganti. Ia tidak bisa melihat keluar dari ruangan ini. Tetapi tampaknya Reno sudah makin terbiasa dengan kondisi ini. Ia bahkan sering berbicara sendiri, untuk mengusir rasa sepi itu. ‘Menurutmu seperti apa terang itu?’ Reno bertanya kepada dirinya sendiri ‘Terang itu pasti lebih baik daripada gelap, aku bisa melihat segalanya dengan terang.’ Reno menjawab pertanyaannya sendiri, dengan nada yang dibuatnya berbeda.
                 Semakin sering Reno berjalan dan berkeliling ruangan ini, semakin hapal dia akan betapa besarnya ruangan ini. Tidak hanya terasa seperti ruangan yang amat besar, tetapi terasa seperti sebuah istana kerajaan. Ia hanya bisa merasakannya, tidak bisa melihat.
                Suatu ketika, Reno menemukan sebuah jalan yang tidak biasa ia lewati. Terasa seperti sebuah lorong panjang. ‘Hoi..!!’ Teriakan Reno menggema sampai ke penghujung lorong itu. Jauh dan besar sekali rasanya lorong itu. Reno mencoba untuk masuk ke lorong itu dan mengikuti jalannya perlahan.
                Jalan itu hanya sebuah jalan lurus. Tidak ada persimpangan untuk belok. Cukup lama Reno berjalan. Ia tidak menemukan apapun sejauh ini. Langkahnya makin pasti dan makin besar. Ia yakin perjalanan ini masih jauh.
                Baru beberapa langkah ia berjalan dengan pasti, ia menabrak sebuah tembok. Reno sempat terhuyung ke belakang dan kembali menyeimbangkan dirinya lagi. Ia kemudian meraba-raba tembok itu dan menemukan sebuah kenop pintu. Kenop itu diputarnya dan terbukalah pintu itu.
                Tiba-tiba cahaya yang sangat terang menyinari seluruh badannya. Matanya tersambit cahaya terang itu dengan sangat keras. Karena tidak kuat lagi maka ia menutup matanya. Reno sempat meringis, tetapi kemudian ia berteriak dengan kencang ‘Oh.. Terang, sudah lama aku ingin bertemu denganmu, hampiriliah aku.’ Setelah itu dibukanya lagi matanya dan ia tidak menutupnya sampai terang itu mengisi matanya dengan penuh dan kemudian Reno menjadi buta. Gelap itu sekarang ada  di dalam Reno.