November 2, 2011

Aku dan Menulis

                Belum pernah sekalipun kutulis mengenai diriku sendiri. Bahkan ini pertama kalinya kugunakan kata ganti ‘aku’ untuk diriku sendiri. Mungkin memang sesekali perlu juga kutuliskan mengenai diriku. Tulisan yang isinya berpusat hanya kepada diriku. Ini sama sekali tidak bertujuan untuk narsis kepada pembaca. Hanya agar pembaca tahu siapa aku ini.
                Selama ini aku selalu menceritakan hal-hal yang ada diluar diriku, teman-temanku, keluarga, atau juga mengenai hal-hal yang lainnya. Terkadang terlintas dipikiranku untuk menulis mengenai diriku sendiri. Tetapi tidak jarang juga aku tepis pikiran itu, karena takut dikira narsis. Mungkin di dalam kehidupan sehari-hariku seringkali aku narsis dan memuji diri, seperti mengatakan diriku ganteng atau lucu. Aneh memang, tetapi mau bilang apa lagi? Itulah diriku. Hanya saja, hampir tidak pernah aku menuangkan hal-hal seperti itu di dalam tulisan-tulisanku.
                Menulis bagiku lebih dari sekedar hobi. Bagiku itulah hidup. Sejak kelas satu sekolah dasar, bakat menulisku memang sudah sedikit terlihat. Cerita pertamaku adalah cerita mengenai liburan tahun baru pada tahun itu. Di sekolah dasar, tugas itu memang hampir setiap liburan selalu ada. Cerita itu kemudian dibacakan di depan kelas. Nah, bakat itu terlihat ketika aku maju dan membacakan ceritaku. Sebelumnya cerita teman-temanku tidak terlalu panjang. Ada yang bercerita hanya di Jakarta dan tidak kemana-mana atau dia pergi keluar kota dan berlibur bersama keluarganya, hampir semua bercerita singkat. Ketika giliranku tiba, ceritaku cukup panjang. Hari ini aku sudah tidak lagi ingat akan cerita apa yang kuceritakan, tetapi aku ingat kalau cerita itu cukup panjang, setidaknya lebih panjang dibandingkan dengan teman-temanku.
                Walaupun begitu, namanya juga anak kecil, aku masih tidak tahu kalau itulah bakatku. Cita-citaku pada saat itu adalah sebagai pilot. Sejak kecil aku sangat kagum dengan kebebasan burung yang dapat terbang kemana-mana, dan akhirnya aku bercita-cita sebagai pilot.
                Seperti anak-anak normal lainnya aku bertumbuh dan bertambah usia. Pada usiaku yang kesepuluh aku dan ayahku pergi dan memeriksa mata di sebuah optik. Ayahku yang sudah mengenakan kacamata yang cukup tebal memeriksa seperti biasa dan tidak ada perubahan. Ketika aku memeriksa, aku terkejut. Ternyata mataku sudah tidak normal lagi, mataku silinder. Walaupun tidak sampai silinder satu, aku tetap harus segera memakai kacamata. Pada awalnya aku sangat senang ketika aku dinyatakan harus memakai kacamata. Aku akan menjadi seperti ayahku, begitu pikirku. Akhirnya terwujudlah keinginanku memakai kacamata. Rasanya biasa saja, tidak terlalu berbeda dengan saat aku tidak memakainya.
                Setelah memakai kacamata aku langsung pesimis mengenai cita-citaku untuk menjadi pilot, karena salah satu syarat untuk menjadi seorang pilot adalah matanya harus normal.  Akhirnya aku berusaha mencari sebuah cita-cita yang lain. Yang terpikirkan saat itu adalah menjadi seorang pelukis. Padahal nyatanya gambarku sama sekali tidak bagus. Kembali lagi aku memikirkan dari awal akan jadi apa diriku waktu besar nanti.
                Aku kemudian melihat kakakku yang kuliah di jurusan komunikasi massa. Saat itu dia sudah lulus dan bekerja di sebuah majalah. Di sana ia menjadi salah seorang penulisnya. Seringkali aku melihatnya menulis di laptop IBM tuanya. Seperti yang kita tahu, figur orangtua atau seorang kakak sangatlah penting untuk contoh bagi seorang anak. Karena aku menganggap pekerjaan kakakku adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan, aku kemudian mulai mencoba menulis cerita.
                Sejak pertama, aku tidak pernah menulis dengan sebuah pensil dan kertas. Tulisan pertamaku kuketik di laptop yang sama dengan yang digunakan kakakku. Aku terduduk di samping ayahku yang sedang bekerja menggunakan laptopnya. Selama menulis suasananya tenang. Kebetulan di sampingku ada saudaraku yang masih kecil yang menjadi saksi mata sewaktu aku menuliskan cerpen pertamaku, entah dia masih ingat atau tidak. Cerpen pertama itu jadi setelah dua jam lamanya. Sekarang aku sudah tidak tahu lagi ada dimana cerita itu.
Cerpen itu bercerita mengenai pertarungan dan perebutan kekuasaan wilayah antara sekelompok serigala melawan sekelompok singa. Serigala tidak ingin kalau singa menjadi raja rimba, mereka ingin memberontak terhadap hukum alam tersebut. Akhirnya sekelompok serigala itu kalah dan tiga per empat populasi mereka mati dihabisi para singa. Dan pesan dari cerita ini adalah jangan pernah mencoba melawan hukum alam yang sudah ada, karena itu hanya akan menjadi sia-sia.
Itu adalah cerita pendek pertamaku. Bagiku cerita ini hebat sekali! Seorang anak kelas 5 SD bisa membuat sebuah cerpen dalam waktu dua jam setebal 4 halaman yang memiliki sebuah pesan di dalamnya. Hebatnya lagi, aku bahkan membuat sebuah cerita yang penuh dengan pembunuhan dan peperangan. Bukannya sombong, aku pun sampai hari ini masih takjub akan diriku sendiri sewaktu kecil dulu. Ada banyak hal yang sampai sekarang aku sendiri masih heran. Salah satunya adalah saudaraku, yang adalah seorang perempuan, dapat duduk tenang melihatku menulis selama dua jam. Seingatku, dia bahkan belum bisa membaca saat itu.
Sejak saat itu aku meneguhkan diriku untuk menjadi seorang penulis hebat nantinya. Aku mulai mencoba mengembangkan bakatku dan mencoba banyak-banyak menulis. Aku sampai mencoba menulis sebuah catatan harian atau diary, yang sampai sekarang hal seperti itu umumnya hanya dilakukan oleh perempuan. Tetapi, aku gagal melakukan hal itu. Sekali lagi itu karena aku memang tidak suka menulis menggunakan pensil dan kertas.
Tulisan-tulisanku belum pernah kucoba kirim ke sebuah koran atau majalah apapun. Aku masih malu pada saat itu. Hingga sekarang aku masih belum pernah mengirimkan satu pun cerita. Walaupun, sekarang lebih karena alasan malas dari pada karena malu. Terlebih lagi, sekarang sudah ada teknologi internet yang memudahkanku untuk menyebarkan tulisan-tulisanku lewat blog pribadiku.
Saking senangnya menulis, aku juga mengajak orang lain untuk mau menulis. Di SMA-ku ada satu mata pelajaran mengenai teknik presentasi. Di situ, aku menggunakan kesempatanku untuk mengajak teman-temanku untuk menulis. Presentasi pertamaku adalah mengenai ajakanku untuk teman-teman agar lebih senang membaca novel ketimbang membaca komik. Kemudian, saat kelas 2 aku mulai mengajak orang untuk menulis. Semua orang pasti senang kalau bisa membagikan apa yang dia sukai kepada orang lain, dan akan lebih senang lagi kalau ada orang yang menyenangi hal yang sama, begitu juga diriku.
Inilah ceritaku mengenai awal hubungan baikku dengan dunia tulis-menulis. Banyak yang ingin kuceritakan sebenarnya, tetapi kurasa ini saja sudah cukup panjang. Malahan terlalu panjang hanya untuk bercerita mengenai satu orang dan hal yang disenanginya. Sampai berjumpa lagi dengan bayangan diriku di tulisan-tulisanku yang selanjutnya.