November 18, 2011

Aku dan Menulis 4

         Sudah hampir satu minggu aku kehilangan dirinya. Dia belum merasuk lagi ke dalam jiwaku. Merasuk seperti setan yang tiada habisnya menghisap dan merongrong jiwaku. Yang dia biasa kerjakan adalah membawaku ke dalam sebuah dunia yang jauh berbeda dari yang biasanya. Dia habiskan waktuku di dunia ini agar aku dapat terus bersamanya. Dan sambil dia menunjukkan betapa hebatnya dunia yang lain ini, aku berusaha mengingat-ingat apa yang sedang terjadi. Karena dia pernah mengatakan sebelumnya kalau yang ia tunjukkan kepadaku ini hanya satu kali saja seumur hidup, tidak akan bisa terulang.

               Dia seringkali hadir di tengah-tengah kegiatanku yang padat. Terkadang kehadirannya terasa mengganggu. Dia hadir sewwaktu aku sedang dalam kelas. Aku berusaha mengacuhkannya pada saat itu, tetapi tak berdaya aku dibuatnya sehingga aku pun menurutinya. Ia membisik-bisikkan bujuk rayu agar aku meninggalkan konsentrasiku di dalam kelas dan beralih untuknnya.

                Di satu sisi menulis adalah sahabat yang sangat baik padaku. Di sisi lainnya ia sering membuatku lepas kendali dan membuatku susah dalam membuat pilihan, antara dirinya atau hal yang lain. Kalau dia sedang dalam kondisi yang gila, dia akan mengajakku untuk berdiskusi panjang atau mengajakku berjalan-jalan ke dunianya selama mungkin. Pernah suatu saat aku di bawanya kemana-mana dan diajak berdiskusi panjang yang seperti tak berkesudahan sampai jam 3 pagi, sehingga aku hanya tidur 2 jam saja. Dan ini makin parah karena tidak terjadi hanya satu hari saja, tetapi selama 3 hari berturut-turut. Aku akhirnya terserang penyakit flu dan demam karena terlalu capek.

                Dia tidak jahat dan aku percaya itu. Hanya saja terkadang egois. Sama seperti kita manusia. Walaupun dia tidak nampak, dia memiliki sikap yang sama dengan manusia, atau paling tidak mirip. Susah ditebak juga merupakan salah satunya. Terkadang dia hadir dalam setiap saatku, terkadang dia sama sekali tidak hadir. Seperti dalam satu minggu terakhir ini.
                Susah juga rasanya kalau dia tidak ada. Karena, dialah hidupku. Hampir seluruh aktivitasku kurang lengkap tanpa hadirnya menulis. Menulis membuatku melihat kembali kehidupanku dalam satu hari ini. Meneropong topik-topik unik bersamanya dan membagikannya kepada orang banyak. Padahal, kebanyakan dari hasil perbincangan kami hanyalah opini belaka.  Tidak ada data yang dimuat agar orang-orang ngeh. Seringkali hanya analisa kecil-kecilan dari perilaku manusia biasanya.

                Hubunganku dengan menulis tidak seperti hubunganku dengan teman perempuanku. Dia (teman perempuanku) boleh saja kuanggap sebagai sahabat spesial. Dia menemaniku di saat aku membutuhkannya, dia memperhatikanku seakan aku akan terjatuh sebentar lagi. Sungguh manis budinya. Tetapi, menulis tidak melakukan hal-hal yang demikian. Dia (menulis) tidak memperhatikanku sama sekali. Yang selama ini dia tunjukkan kepadaku bukan karena aku yang minta, melainkan dia yang menunjukannya kepadaku dengan insiatifnya sendiri. Dia juga menemaniku bukan karena aku meraung-raung memanggilnya, tetapi dia datang sendiri dan hadir di hadapanku secara tiba-tiba.

Malahan bisa dikatakan kalau hubunganku dengan menulis lebih intim dibandingkan dengan teman perempuanku ini. Dengan sesama manusia, siapapun itu, kita tentu punya rahasia-rahasia pribadi. Sebuah rahasia yang sebaiknya tidak diketahui orang lain yang katanya demi kenyamanan bersama. Dengan menulis, aku bagikan semuanya. Cerita apapun itu. Cerita ketika aku berbuat menyimpang, berbuat nakal, bahkan aku seringkali bercerita mengenai apa yang baru saja dikatakan oleh teman perempuanku itu. Padahal sebelumnya dia berpesan agar aku tidak mengatakan kepada siapapun mengenai hal ini. Dan sebagai seorang laki-laki yang cukup bawel dan tidak tahan untuk menyimpan sebuah rahasia sorang diri, maka aku menceritakan rahasia ini dengan menulis. Reaksinya sewaktu mendengar rahasia ini langsung hebat. Dia bisa langsung mengulas rahasia ini dengan cepat. Terkadang, rahasia teman perempuanku ini adalah masalah pribadinya yang belum dapat diselesaikannya. Beruntung sekali aku memiliki sahabat seperti menulis, dia adalah ahli soal memecahkan masalah. Dan lebih hebatnya lagi, dia bukanlah seseorang. Jadi, teman perempuanku tidak akan tahu kepada siapa aku telah bercerita panjang lebar mengenai rahasianya.

Satu minggu yang cukup berat untuk tidak bertemu dengannya. Aku cukup menyesal karena beberapa kali aku sempat mengacuhkannya, walaupun pada saat-saat tertentu aku memang harus mengacuhkannya. Tetapi kali ini lain halnya. Aku rindu sekali dengannya. Mungkin dia sekarang sedang bernostalgia dengan sahabat-sahabatnya yang lama. Mungkin kali ini dia yang sedang beristirahat dengan tenang di dunianya yang luas itu. Suatu saat nanti dia juga akan kembali lagi dengan sendirinya, tak perlu aku meraung-raung. Toh tak didengar juga olehnya.