November 10, 2011

Ketika Korupsi Menjadi Budaya Pop

Orang-orang Indonesia memang diisi oleh orang-orang dengan akal yang banyak. Banyak sekali yang mereka akali sehingga yang tidak mungkin pun bisa menjadi mungkin. Dan akal-akalan mereka itu biasanya adalah akal-akalan yang berdampak buruk. Misalnya di kereta, karena untuk mendapatkan sebuah tempat duduk di kereta adalah kemungkinan yang sangat kecil, maka banyak penumpang kereta yang membawa kursi lipatnya sendiri untuk dia bisa taruh kursi lipat itu di mana saja dan kemudian duduk di situ. Perilaku orang-orang ini sangat mengganggu bagi orang yang sedang berdiri, karena orang-orang itu mengambil tempat yang cukup luas.

Ketika saya sendiri melihat hal itu, saya pikir untuk apa saya belajar tinggi-tinggi kalau nantinya ilmu saya akan dipakai untuk memperjuangkan orang-orang Indonesia yang seperti mereka ini? Untuk apa saya mengeluarkan keringat bagi orang-orang yang tidak punya pengertian ini?

Mungkin itu juga yang ada dipikiran para pejabat-pejabat tinggi negara kita. Mereka jadi ogah untuk bekerja bagi rakyatnya yang tidak benar itu. Parahnya kalau mereka sampai bias berpikir rakyat yang ada di negara ini hanya sebagai suatu pemenuhan syarat untuk terbentuknya suatu negara dan bukan merupakan tanggung jawab pemerintah untuk mereka benahi.

Karena pikiran-pikiran demikianlah mereka berani untuk melakukan tindak korupsi. Sudah tidak ada lagi rasa peduli pada rakyatnya yang walaupun nakal-nakal, tetapi memiliki hidup yang susah. Tidak ada lagi suatu rasa kasihan terhadap rakyatnya yang merupakan tanggung jawabnya. Seharusnya anak nakal dimarahi dan dinasehati, bukannya dibuat makin susah dengan cara diambil uangnya.

Para koruptor itu bagaikan kanibal. Mereka memakan anaknya sendiri dan dihabisi secara perlahan hanya untuk mengisi perut-perut buncit mereka yang lapar. Disuruhnyalah rakyat untuk membayar pajak sebesar sekian rupiah. Diambilnya seperempat untuk biaya pembangunan dan sisanya untuk dibagi-bagi kepada sesama koruptor.

Benar-benar tikus yang sangat cerdik koruptor-koruptor itu. Mereka bahkan tega mengambil uang begini banyak orang di negaranya sendiri dan hidup dari uang itu. Bahkan mereka tidak malu ketika mereka melakukan korupsi. Bukti dari betapa tidak malunya mereka adalah mengajarkan bawahannya untuk ikut-ikut korupsi. Takut untuk dilaporkan kasusnya oleh bawahannya, mereka membagi sedikit sebagian dari uang mereka. Lama-kelamaan bawahannya makin mengerti cara atasannya korupsi. Dan akhirnya, the student has become the master. Bawahannya itu sekarang sudah bisa korupsi mandiri.

Begini kejamnya tindak kriminal yang sekarang sudah menjadi budaya ini. Korupsi tampaknya sudah menjadi pop culture, di mana semua orang yang tidak mengikuti budaya yang sedang populer ini adalah tidak keren, kurang berani, dan sebagainya. Rakyat Indonesia makin lama memang makin gila jalan pikirannya.

Kita butuh lebih dari sekedar orang yang berani dan pintar. Orang yang bisa memberantas korupsi juga harus kuat. Maksudnya adalah orang-orang kuat yang tegas, yang bisa menggerakan massa, dan yang bisa menahan segala siksaan selama bekerja memberantas budaya besar ini. Bagaimana bisa ada orang seperti ini?

Yang pertama pastinya adalah belajar di sekolah dengan tekun. Jangan kita sebagai seorang rakyat hanya kerjannya mengkritik pemerintah yang kerjanya tidak benar di saat kita sendiri tidak mengerjakan tugas-tugas kita. Kemudian kita lihat, lewat apa yang kita bisa lakukan, kita bisa membantu apa untuk memberantas korupsi,  ataukah ternyata kita adalah pelopor besarnya nanti. Siapa yang tahu?