November 20, 2011

Aku dan menulis 5

                Hubunganku dengan teman perempuanku semakin dekat. Aku yang berteman dengannya jarak jauh lebih sering mengontaknya melalui HP. Lama-kelamaan persahabatanku dengan menulis terbengkalai juga. Aku sekarang menjadi lebih sering berkomunikasi dengan teman perempuanku ini dibandingkan dengan menulis.
Di saat-saat seperti ini menulis adalah sahabat yang baik bagiku. Ia tidak mengusikku sedikitpun. Malahan ia mengijinkanku untuk menggunakan kalimat-kalimat yang pernah kami bincangkan untuk mengesankan teman perempuanku ini. Senang aku dipujinya. Ternyata ada juga manfaatnya bersahabat dengan menulis. Salah satunya, dan yang cukup penting, adalah mengesankan seorang perempuan, terlebih lagi perempuan yang spesial untukku.
Tetapi, aku seperti mengkhianati menulis rasanya. Aku lupakan dia untuk beberapa saat dan memfokuskan hampir seluruh perhatian yang dulu kuberikan kepada menulis untuk teman perempuanku. Kupikir aku sahabat yang cukup brengsek. Manis diambil sepah dibuang.
Setelah sadar aku coba meminta maaf kepada menulis. Aku menunggu-nunggu lagi kedatangannya di pikiranku. Aku kemudian mencoba berdiskusi sendiri tanpanya. Terasa beda. Tidak hangat lagi. Kurang sebuah komentar-komentar pedas dari sahabatku itu. Komentar-komentar  yang tidak hanya bisa menyakiti, tetapi juga memberika solusi-solusi cerdas. Terkadang tergila-gila aku dibuatnya. Betapa hebat pikirannya.
Aku seringkali membanding-bandingkan antara teman perempuanku dan menulis. Semenjak mereka berdua sudah saling kenal, karena aku mempertemukan mereka, seringkali terlihat perbedaan-perbedaannya. Yang paling terlihat adalah tingkat kecerdasannya. Walaupun teman perempuanku ini orang yang sangat pintar, sahabatku menulis jauh lebih banyak pengalamannya. Menulis seringkali berkata kepadaku, pengalaman itu membuat pengetahuanmu jauh lebih berarti. Karena mereka berdua sama-sama pintar, diskusi mereka berdua seringkali lebih bermutu dari pada diskusi aku dan menulis. Membuatku jadi lebih minder. Tetapi, menulis tetap memilihku untuk menjadi sahabatnya. Bangga sekali aku.
Menceritakan hal ini membuatku makin merasa bersalah. Telah kukhianati sahabatku. Dia yang memilih aku dan mau bersahabat denganku, kini aku lupakan dia dengan sekejap hanya karena seorang perempuan yang cantik, pintar, dan ideal bagiku. Padahal, menulis adalah sahabatku sejak kecil. Dia yang membangga-banggakanku di depan orangtuaku, kakakku, teman-temanku, dan orang lain.
                Kurasa pada saat aku sedang berkomunikasi dengan teman perempuanku lewat HP, dia tidak sedang pergi meninggalkanku. Aku masih merasakan tanda-tanda kehadirannya. Rasa mempunyai otak yang cerdas dan semangat. Dia masih ada di pikiranku saat itu, hanya saja kuacuhkan. Dia kuperlakukan layaknya komputer, aku matikan saat aku tidak butuh dan aku nyalakan saat aku butuh.
                Antar sahabat memang ada saja masalah yang terjadi. Masalah yang tidak membunuh akan membuat kita makin kuat. Dan masalah ini memang membuat kami makin akrab. Kami berdua makin sering bersama berbincang. Mengerjakan hal-hal yang lebih penting dari pada yang sebelumnya aku kerjakan dengan teman perempuanku.
                Setahun sudah lewat dan aku sudah tidak lagi berhubungan dengan teman perempuanku itu. Kami berselisih soal ini dan itu. Dia tidak senang dengan sikapku yang makin sibuk dan makin jarang memperhatikannya. Dan aku yang sudah dalam posisi tidak bisa berargumen hanya bisa pasrah. Ketika hari itu datang, hari di mana aku dan dia berpisah, sahabatku ada di situ. Memperhatikan. Untuk pertama kalinya kulihat dia tidak langsung berkomentar. Hanya terdiam dan melihat.
                Sesampainya aku di rumah, aku dan menulis melihat kembali peristiwa yang tadi. Baru perlahan-lahan dia mau berbicara dan berkomentar. Pelan sekali pembicaraan kami malam itu. Angin pun rasanya bisa membawa suara kami dengan cepat. Suasananya sendu saat itu. Menulis merangkulku dan berkata dengan sangat lembut. ‘Aku tidak akan sepertinya, aku terus akan ada tanpa kau cari’. Setelah itu aku tersenyum lebar. Masih dalam suasana yang sendu.