November 12, 2011

Ingat dan diingat yang baik

                Suharto sebagai icon dari masa orde baru sering disebut-sebut kejahatannya. Baik dari orang yang berpendidikan maupun yang tidak. Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah artikel mengenai konflik sosial. Dan menurut penulisnya, konflik-konflik sosial di Indonesia pada hari ini bersumber dari masa orde baru yang bersifat militeristik.
                Memang lebih baik rasanya kita jadi orang Jahat daripada jadi orang yang baik. Karena orang yang jahat banyak diingat sepanjang masa, sedangkan orang baik jarang sekali. Seperti Soeharto, Hitler, Mao Zi Dong, Josef Stalin, atau bahkan orang-orang yang berada dilingkungan kita sendiri. Alasan yang biasanya diberikan oleh orang ketika mereka lebih sering mengingat orang-orang jahat ini adalah ‘Lewat yang buruk kita bisa tau yang baiknya’. Memang, siapa yang tidak setuju hal itu? Tetapi, kemudian apakah itu menjadi sebuah excuse untuk kita boleh lebih mengingat yang jahat-jahat ini? Tentu tidak. Walaupun tentu perlu mengingat orang-orang yang jahat dan kejam ini untuk kita bisa tahu kalau itu jahat dan kita jangan berbuat sedemikian rupa, tetapi yang baik harus jauh lebih diingat.
Nah, alangkah baiknya kalau kita lebih mengingat yang baik-baik. Dengan mengingat yang baik, kita akan dengan mudah mencontoh hal-hal baik itu. Karena memang, sifat manusia itu turunan dan duplikatif, bisa melakukan sesuatu dengan cara menduplikasi/mencontoh. Seperti berbicara misalnya, kita pertama kali bisa berbicara tentu saja karena mencontoh orang tua kita dalam berbicara. Maka dari itu, kalau yang lebih diingat adalah yang jahat-jahat tentu kita akan lebih mudah mencontoh yang jahat-jahat, tetapi kalau kita ingat yang baik-baik tentu juga kita akan lebih mudah mencontoh yang baik-baik.
Lagipula, yang jahat-jahat itu memang tidak seharusnya yang kita ingat sebagai yang utama di kepala kita. Yang jahat-jahat itu hanya sebagai sebuah peringatan atau pembelajaran agar kita tidfak melakukan hal yang demikian, dan kemudian kita mengingat contoh-contoh yang baik agar kita bisa melakukan hal-hal yang baik juga.
Mengenai diri kita untuk ingin diingat orang, saya yakin kita semua ingin diingat.                Tentu saja kita mau diingat oleh orang banyak, dan saya percaya tidak ada yang jawab tidak. Kalau sampai ada yang tidak ingin diingat, berarti orang itu memiliki suatu kelainan. Bukti sederhananya adalah Tuhan kita, yang mencipta kita, pun ingin kita mengingat nama-Nya dan beribadah kepada-Nya setiap waktu, bukan? Apalagi kita ini.
                Jika demikian, apakah kita lalu ingin menjadi jahat untuk tetap diingat oleh orang? Karena memang orang jahat yang selalu diingat orang, sedang yang baik jarang sekali. Tentu saya katakan jangan.
                Satu hal yang perlu diingat oleh kita semua, adalah kita di dunia ini hanya sementara dan satu kali saja. Dengan demikian, tidak terlalu penting apakah orang di dunia ini akan mengingat kita akan kebaikan kita. Kalau memang kita sudah berbuat baik di dunia ini, mengasihi sesama kita dan juga mengasihi Tuhan sebagaimana Ia mengasihi kita, maka kita tidak perlu takut untuk tidak diingat oleh orang-orang itu. Yang penting adalah ketika Tuhan mengingat kita sebagai ciptaan yang dikasihi dan diperkenannya. Ingat, yang menjadi juri sebenarnya atas segala perbuatan kita di dunia bukanlah orang-orang di sekelilingmu, bukan juga teman-temanmu atau saudara-saudaramu, tetapi Tuhan yang melihat perbuatan kita di manapun dan kapanpun kita berada.
                Orang hidup di dunia penuh dengan pilihan. Menjadi jahat atau baik adalah salah satunya. Dengan bijak engkau harus memilih. Dari sekarang.