June 30, 2012

Ayo Berhenti Merokok!


                Saya bukan dokter, atau mahasiswa kedokteran, atau bahkan bercita-cita jadi dokter. Saya ini anak SMA yang baru naik kelas 3 dan cita-cita saya ada di bidang sosial. Tapi, saya ini punya banyak teman. Teman saya ada di mana-mana, dengan umur yang sangat bervariasi (sampe ada yang umur 30 dong! Dan dia teman saya beneran), dan juga dengan berbagai macam kegiatan yang serba macam-macam juga.

                Mungkin sebagai dokter atau mungkin psikolog, saya tidak qualified untuk ngomong ini. Tapi saya pikir, untuk seorang pelaku, saya bisa. Saya ini bukan anak culun yang keluar rumah naik mobil pakai supir lalu di dompet punya uang orang tua yang banyak untuk dihabiskan hanya di tempat perbelanjaan. Bisa dibilang saya ini anak jalanan. Bukan gembel memang, tapi cukup mengenal apa yang namanya jalanan, apalagi jalanan Jakarta Raya ini.

                Saya pernah merokok. Saya tahu apa yang namanya merokok. Saya tahu apa nikmatnya. Saya juga tahu apa buruknya. Saya tahu kenikmatan itu menyulitkan perokok untuk berhenti. Saya tahu ketika merokok menjadi habit dan rasanya senewen kalau mulut tidak menghisap rokok di waktu-waktu tertentu. Saya tahu hal itu.

                Lalu, kenapa saya yang pernah beberapa kali merokok memutuskan untuk tidak lagi?

                Melihat berita di berbagai media massa mengenai naiknya jumlah perokok anak di Indonesia membuat saya tergerak untuk tidak merokok dan menulis hal ini. Berhenti merokok! Ayolah, tiap-tiap manusia yang ada di republik ini adalah penentu masa depan republik ini.

Tiap-tiap diri kalian yang merokok adalah contoh buruk untuk anak-anak. Ketika mereka melihat ada seorang bapak-bapak atau kakak-kakak mereka yang masih SMA atau kuliah merokok dipinggiran jalan atau di stasiun kereta yang jelas-jelas ada tulisan dilarang merokok, mereka akhirnya menganggap merokok itu biasa di negara ini. “Toh, sudah banyak yang merokok, mereka terlihat bahagia dan menikmati, kenapa saya tidak?”  atau “Ah, walaupun nanti saya kanker, itu kan nanti. Memang sudah saatnya juga saya mati ketika saya nanti kena kanker.”

                Tentu tidak ada dari kita (yang cukup normal) mau anaknya merokok. Mungkin diantara orang tua yang mengetahui anaknya merokok ketika anaknya sudah cukup tua tidak mengusik dan hanya membiarkan saja. Tetapi itu salah! Bayangkan apa yang nanti cucu kalian lihat ketika mereka bertumbuh dewasa? Fakta bahwa ayahnya perokok dan kakek neneknya tidak menghiraukan hal itu. Mungkin ada yang punya respon baik “Saya tidak mau jadi perokok seperti ayah saya!” Tetapi, ada juga yang punya respon buruk “Ayah saya merokok, saya juga mau!”, dan mungkin yang model seperti ini yang lebih banyak.

                Jadi, saya mau bilang begini: Kalau kalian memang kurang mencintai diri kalian dan ingin merusaknya, itu diluar dari pikiran saya kali ini. Ada yang juga penting di luar tubuh kalian (yang sebenarnya memang lebih penting), yaitu generasi penerus bangsa yang memperhatikan kalian dari luar. Memperhatikan gerak-gerik kalian saat menghisap rokok dan menikmatinya. Lalu menghebuskan asap kotor yang akhirnya tidak terlihat kotor, tetapi terlihat seperti sebuah perasaan lega karena sedang menikmati sesuatu. 

                Ayo berhenti. Berhenti merokok adalah tindakan yang, saya rasa, lebih tepat daripada memutuskan untuk diet ketika sudah gemuk. Walaupun sebenarnya, sama susah.