November 21, 2012

Serba Langganan


                Bagi pembaca yang tinggal di kota Jakarta, pasti mengerti akan kota Jakarta yang memaksa penduduknya untuk berpikir cepat dan bertindak cepat. Kalau tidak begitu, maka tidak akan bertahan lama hidup sejahtera di kota Jakarta. Misalnya saja begini, saya adalah seseorang yang sehari-harinya naik kereta untuk pulang ke rumah, suatu hari terjadi hujan badai dan di salah satu stasiun kereta pusat, gardu listriknya tersambar petir sehingga jalur kereta api macet sebagian dan tidak dapat berjalan seperti biasa. Dalam kondisi seperti ini, kalau saya tidak memikirkan alternatif dengan cepat dan juga efektif, maka antara saya akan sampai di rumah malam sekali atau tidak pulang sama sekali.
                Sebagai makhluk sosial, jika hanya kita yang berpikir dan bertindak cepat, kita masih tidak sejahtera. Kita butuh orang lain untuk berpikir dan bertindak cepat untuk kita. Itu mengapa, menjadi seorang sekertaris atau asisten bos besar adalah pekerjaan yang sangat besar dan dihargai dengan gaji yang juga cukup besar.
                Orang-orang yang biasanya kita butuhkan untuk berpikir atau bertindak cepat untuk kita adalah orang-orang yang kita percaya. Agak susah memang mencari orang yang dapat dipercaya di kota metropolitan yang keras  ini. Begitu mendapat orang yang dapat dipercaya, pasti akan selalu ingin dengan orang itu. Inilah yang menyebabkan kita menjadikan orang lain langganan kita.
                Banyak hal yang kita lakukan yang perlu orang-orang kepercayaan untuk melakukan hal itu untuk kita, dan biasanya orang-orang ini bukan hanya dapat dipercaya, tetapi juga menguntungkan dalam segi ekonomi. Selain bisa diprioritaskan saat dilayani, kita juga bisa mendapatkan harga teman. Karena hal-hal ini, maka sistem berlangganan marak di mana-mana dan dipakai oleh banyak toko untuk menarik pelanggan.
                Segala hal bisa dibuat menjadi langganan. Dari langganan pinjam uang dari bank hingga langganan teman menyontek, dari langganan minum kopi di Starbucks sampai langganan cendol samping Masjid, dari langganan naik taksi silver bird sampai tukang ojeg. Semuanya serba langganan. Semakin sering kita membeli barangnya atau menggunakan jasanya, maka kita akan semakin menjadi prioritas mereka dan dilayani semaksimal mungkin.
                Sebenarnya, bukan hanya mereka yang merupakan langganan kita. Kita juga sebenarnya adalah langganannya orang lain. Entah apakah itu langganan untuk dimarahi atau langganan untuk dipinjami uangnya atau langganan untuk ditebengi mobilnya atau hal-hal lainnya.
                Rutinitas hidup di kota konyol ini tidak bisa lepas dari yang namanya berlangganan atau dibuat menjadi langganan, bahkan tukang ojeg pun punya tempat langganan untuk minum es cincau. Pernah menyadari hal ini?