Memang, rokok itu menyebabkan polusi udara, tetapi tidak
secara makro. Polusi udara yang disebabkan asap rokok tidak lebih besar
dampaknya dari asap kendaraan atau asap pabrik. Kita yang tinggal di Jakarta,
pasti mengerti.
Kita, yang adalah orang-orang aktif, orang-orang yang
selalu bepergian dan melewati jalanan Jakarta Raya yang dipenuhi kendaraan
bermotor hingga macet tak karuan, setidak-tidaknya memiliki paru-paru yang
sudah tidak lagi sehat. Kandungan zat-zat beracun di paru-paru kita, setidaknya
sudah cukup untuk merusak banyak bagian lainnya di tubuh kita, seperti aliran
darah, jantung atau apalah yang berhubungan dengan paru-paru. Saya sih percaya seluruh organ di tubuh kita
berhubungan. Maaf ya kalau saya kurang mengerti peta biologis, saya anak
sosial.
Hanya dengan hidup seperti biasa di kota ini, sudah bisa
menyebabkan penyakit. Apalagi, ditambah dengan merokok. Mungkin suatu saat
nanti atau mungkin sudah ada orang yang tidak merokok, tetapi terkena kanker
paru-paru.
Ini yang ada dipikiran saya ketika saya menyadari hal yang
saya tulis di atas: Ekstrimnya, semua orang di kota ini pasti akan mati karena
polusi udara. Secara rata, mati karena kanker paru-paru. Lalu, apa yang
sebenarnya perokok lakukan? Hanya mempercepat kematian itu. Penyebabnya akan
sama, kanker paru-paru juga.
Seorang teman baik saya pernah berkata, orang yang merokok
itu, dalam setiap rokok yang dia hisap, menghabiskan 2 menit waktunya untuk
menghisap rokok dan 2 menit waktu hidupnya di masa depan. Saya pikir, iya
memang. Walaupun tidak setepat itu, tapi iya benar. Merokok itu mempersingkat
hidup.
Tahu tidak, betapa hidup itu indah? Betapa kesusahan
membawa kita untuk bertumbuh menjadi orang yang lebih kuat dan kegirangan
meringankan segala pekerjaan. Jangan merokok untuk kedua alasan itu. Susah,
tidak perlu dibius dengan merokok. Senang, juga tidak perlu dirayakan dengan
merokok.