August 17, 2013

Mari Cinta yang Sudah Dipilihkan

Rata-rata anak remaja di seluruh dunia tidak menyukai negara asalnya atau orang tuanya. Begitu banyak keluhan soal itu. Remaja seringkali berandai-andai untuk bisa memilih (setidaknya) negaranya. Apalagi setelah mengetahui bahwa ada orang-orang yang memiliki status bi-patrid atau bahkan multi. Gue sendiri juga pernah berandai- andai soal memiliki status itu. Jadi orang seperti rasul Paulus, misalnya. Dia bisa jadi orang Yahudi  dan Romawi yang terhormat sekaligus. Keponakan gue juga begitu. Nanti waktu usianya 18 tahun, ia berkesempatan memilih antara Indonesia atau United Kingdom. Hal yang begitu jarang dimiliki orang. Walau demikian, setelah bertumbuh dewasa orang biasanya mulai bisa mengerti arti sebenarnya cinta tanah air. Semua memang butuh proses.

Lagipula, kalaupun bisa diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk memilih orang tua dan negara sendiri, akan terjadi mass confusion. Bahwasannya, tidak ada bentuk orang tua atau negara yang sempurna selain yang ada di otak egois kita masing-masing. Khususnya, setelah manusia sudah jatuh dalam dosa. Ditawari surga pun mungkin menolak, karena keterikatan-kebebasan di otak mereka tidak tercemin dalam kesucian surga.

Dipilihkan adalah pilihan terbaik yang manusia bisa dapatkan. Orang Jawa (secara khusus) mungkin lebih mengerti hal ini, yakni nrimo. Mensyukuri dan mengasihi akan apa yang sudah ada. Toh, tidak ada yang sempurna. Apalah gunanya melawan. Lama-lama kita mengerti indahnya yang sudah dipilihkan.


July 20, 2013

Bersama Dua Sepupu

                Seminggu sudah tinggal di Bekasi, sebuah tempat sub-urban  yang banyak pabriknya. Tidak beda jauh dengan lingkungan rumah, hanya lubang-lubang di jalannya aja yang lebih banyak. Di sini tinggal bersama dua anak kecil, ibu mereka, dan bibi yang sudah tua dan buta huruf. Lumayan, tidak buruk sama sekali. Makan, main playstation, tidur, dan mengurus dua anak kecil itu adalah kegiatan yang terjadi selama satu minggu ini. Rasanya seperti terisolasi dari luar.

                Kehidupan yang benar-benar berbeda selama satu minggu ini, kehidupan seorang baby sitter. Kalau ada yang suka nonton serial Amerika dan kebetulan mengetahui serial Melissa and Joey, pasti mengerti kalau saya kira-kira ada di posisi Joey. Hanya saja, anak-anak yang diurus Joey lebih besar.

                 Liburan yang cukup menyenangkan. Anehnya, makan-tidur seperti ini pun tidak membuat saya makin gemuk. Selama dua minggu sama sekali tidak berolahraga. Mungkin esok hari akan bermain tenis. Impian gue untuk jadi gemuk dan kekar tertunda jadwalnya selama dua minggu. Tidak berasa, kehilangan HP saja membuat rencana hidup bergeser begitu besar. Ditambah lagi dengan tidak bersekolah.

                Untuk sementara saya pikir hidup akan agak kacau. Meninggalkan banyak kegiatan, komunitas dan hal-hal penting seperti keinginan untuk potong rambut selama dua minggu sudah terlalu lama dan terlalu banyak yang terlewatkan untuk anak jalanan macam gue. Walaupun, sekali lagi, harus tetap berterima kasih pada teknologi sosial media yang membantu memonitor dari jauh.

                Ya hidup ini akan kacau terus kalau selalu mengeluh. Gue seneng bisa berada di antara dua sepupu yang banyak makan dan sering bertengkar. Mereka memberi kebahagiaan dengan cara yang berlainan, setidaknya berlainan dengan kombinasi yang bagus. Yang lebih tua itu anak yang kurus, lebih coklat dari yang muda dan agak seperti perempuan, misalnya bawel dan suka marah sambil teriak-teriak. Dia memberikan peran besar dalam menemani gue nonton TV. Dia bisa mengikuti serial-serial yang saya tonton dan tidak disangka-sangka dia juga mengikuti E!, khususnya sejauh hari ini saya tau dia mengikuti Giuliana and Bill. Saat gue sedang tidak menonton, yang lebih muda, dan lebih gendut, serta lebih putih dan jauh lebih pecicilan, menemani gue main bola di playstation.

                Saat makan adalah saat yang paling tidak menyenangkan bagi yang tidak makan, namun berada di sekitar mereka saat mereka makan. Waktu gue makan dan posisi duduknya berada di antara mereka berdua, mereka akan makan dengan tenang seperti biasanya. Di waktu yang lain, ketika saya sudah makan atau belum ingin makan, mereka akan makan dengan sangat lama. Yang mereka lakukan adalah antara ngobrol mengenai game dan film, atau bertengkar. Si adik yang biasanya menggoda kakaknya sehingga si kakak marah.

                Kegiatan seperti ini yang gue hadapi selama satu minggu. Merepotkan? Hm, tidak juga. Menyenangkan? Bisa dikatakan demikian. Andai saja ada satu lagi sepupu gue yang selalu bersama dari kecil, maka kami berempat akan meledakan rumah ini hanya dalam satu hari saja, maksudnya membuat porak poranda yang seru.

                Hidup bersama keluarga itu berkah. Kalau ngomongin berkah di bulan Ramadhan begini, mungkin bisa dikatakan ini berkah yang besar.

July 19, 2013

SD Pengecualian

                Setelah bertambah besar dan bertumbuh lebih dewasa, tanggung jawab lebih besar, dan lulus dari jenjang pendidikan menengah atas, Sekolah Dasar sepertinya tidak lagi signifikan. Setidaknya, begitu bagi kebanyakan orang. Menurut beberapa orang, teman-teman di SD tidak terlalu signifikan karena waktu SD masih polos, masih belum banyak yang bisa di­ceritakan bersama, belum terbentuk ikatan-ikatan yang kuat seperti ketika punya teman di SMA atau di kampus nanti. Pertemanan enam tahun di SD sama sekali tidak sebanding dengan tiga tahun di SMA.

                Tidak bisa dipungkiri, dalam kondisi apapun di seluruh dunia ini selalu ada pengecualian. Di jenjang yang seharusnya masih begitu polos, jenjang yang masih membingungkan soal perkalian pecahan dan cerita Si Pitung, ada anak-anak yang sudah tidak memikirkan itu lagi. Mereka sudah memikirkan kata-kata yang lebih sulit dan belum pernah diajarkan oleh guru mereka, seperti cinta atau pacar atau bahkan kata-kata yang lebih vulgar. Hal-hal seperti ini lazimnya dibicarakan saat anak-anak sudah menjadi remaja sekitar umur 14-17 tahun, bukan anak bocah 10-13 tahun.

                Selain masalah topik pembicaraan, memori persahabatan juga berkait soal permainan. Anak SD main tembak-tembakan dan kelereng, anak SMA main motor dan mobil. Waktu SD mainan, waktu SMA beneran. Walaupun begitu, sebenarnya dua-duanya sama-sama mainan. Yang lebih dari itu biasanya jadi anak nongkrong, seperti kata MTV. Tempat nongkrong bisa jadi satu tempat yang menjadi patokan ingatan-ingatan lainnya, karena pasti akan ada banyak cerita. Anak SD, biasanya belum nongkrong karena belum punya uang, belum boleh pergi-pergi ke tempat jauh. Namun, sekali lagi harus diingat, ada pengecualian.

                Pengecualian-pengecualian ini sebenarnya sedang tertuju pada SD gue sendiri dan pada angkatan gue juga. Perlu diketahui, cerita ini bukanlah hal yang dibanggakan, namun ini juga yang membuat kami (walau berpencar) tetap masih bisa berhubungan dengan (sangat, bagi beberapa) baik. Jadi, beberapa dari anak-anak ini sempat saling suka dan pernah sekian kali menyatakan cinta. Kita juga sering sekali pergi ke mall Arion. Biasanya di sana beli atau sekedar baca komik di toko gunung agung, makan di KFC, lalu yang paling aneh dari kegiatan anak SD adalah Photo Box.

                Mengenai Photo Box, tahun 2000-an awal Photo Box sedang booming. Hampir tiap kali waktu kita-kita ke mall, kita masuk ke Photo Box. Narsisnya kita waktu SD dulu mungkin akan dibilang alay hari ini, tapi sebagian besar normal. Biasanya hanya senyum lebar-lebar, melet ke samping, pura-pura musuhan, atau tangan metal/peace. Pernah sekali waktu, gue, Joshua, Joel sedang di Photo Box, lalu kami membuat pose-pose yang buruk dan tidak layak cetak. Untungnya, ada kesempatan kedua dengan memencet tombol yang sebelah kiri. Waktu itu, gue juga lupa ada apa, kita sepertinya sedang terburu-buru. Sulit untuk menentukan sebaiknya cetak atau meluangkan waktu lebih lama untuk foto ulang. Karena waktu untuk menentukan dihitung mundur, maka Joshua sebagai yang ingin memencet tombol panik. Akhirnya, ia memencet tombol untuk dicetak. Maka jadilah foto itu. Gue sendiri udah ga punya lagi fotonya. Setelah SMP, gue dan Joel juga pernah sekali Photo Box. Lupa di mana, tapi gue foto pake baju pramuka. Jadi itu pasti udah SMP.

                Jadi ini adalah cerita keanehan singkat yang terjadi waktu gue SD. Angkatan yang dibawah kita aja sepertinya ga melakukan hal-hal macam itu. Ini juga yang membuat teman SD masih signifikan. Jangan cap gue karena gue anak sosial dan akhirnya jatuh pada ekstrim SKSD, tapi sepertinya memang masih deket. Besides, sosial media membantu cukup banyak. Tetep aja, signifikan atau engga kan berdasarkan memori sama hati. Kalau sudah di umur yang sekarang, ngomongin soal hati jauh lebih pas.