Rata-rata
anak remaja di seluruh dunia tidak menyukai negara asalnya atau orang tuanya.
Begitu banyak keluhan soal itu. Remaja seringkali berandai-andai untuk bisa
memilih (setidaknya) negaranya. Apalagi setelah mengetahui bahwa ada
orang-orang yang memiliki status bi-patrid atau bahkan multi. Gue sendiri juga
pernah berandai- andai soal memiliki status itu. Jadi orang seperti rasul
Paulus, misalnya. Dia bisa jadi orang Yahudi dan Romawi yang terhormat
sekaligus. Keponakan gue juga begitu. Nanti waktu usianya 18 tahun, ia
berkesempatan memilih antara Indonesia atau United Kingdom. Hal yang begitu
jarang dimiliki orang. Walau demikian, setelah bertumbuh dewasa orang biasanya
mulai bisa mengerti arti sebenarnya cinta tanah air. Semua memang butuh proses.
Lagipula,
kalaupun bisa diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk memilih orang tua dan
negara sendiri, akan terjadi mass confusion. Bahwasannya, tidak ada bentuk
orang tua atau negara yang sempurna selain yang ada di otak egois kita
masing-masing. Khususnya, setelah manusia sudah jatuh dalam dosa. Ditawari
surga pun mungkin menolak, karena keterikatan-kebebasan di otak mereka tidak
tercemin dalam kesucian surga.
Dipilihkan
adalah pilihan terbaik yang manusia bisa dapatkan. Orang Jawa (secara khusus)
mungkin lebih mengerti hal ini, yakni nrimo. Mensyukuri dan mengasihi akan apa
yang sudah ada. Toh, tidak ada yang sempurna. Apalah gunanya melawan. Lama-lama
kita mengerti indahnya yang sudah dipilihkan.