April 10, 2014

Perokok Intelek

                Setiap orang punya adiksinya masing-masing. Kita bisa maklumi itu. Contohnya ada banyak, tapi yang sedang diomongin ya rokok ini. Masalahnya di komunitas tuh apa sih? Kalau yang melarang keluarga, ya normal ajalah. Tapi kalau komunitas yang melarang, berarti ada yang aneh. Mau bilang rokok itu tidak sehat? Hampir semua adiksi tidak sehat, rokok hanya salah satunya. Kenapa penggemar kopi (yang sampai adiksi) dirasa biasa saja?

                 Mungkin karena kebanyakan dari para perokok suka ngasal. Matiin rokok di sembarang tempat, buang asap tanpa peduli ada orang yang tidak merokok di sampingnya, dan sering banget ga tau tempat untuk merokok.

Pernah suatu kali di angkot yang gue tumpangin, ada laki-laki bertampang bego dan cengo naik. Dia masih pegang rokoknya dan masih nyala. Kondisi angkotnya sih ga padet, tapi lumayan berisi. Eh, tiap beberapa saat dia cuek aja isep rokok di dalem mobil angkot. Berasa seperti di rumah sendiri. Normalnya sih ya, matiin aja dulu rokoknya waktu naik, simpen sisanya, lalu sulut lagi nanti setelah turun. Sulitnya jadi anak jalanan ya harus berhadapan dengan orang-orang seperti itu dan bukan hanya satu kali.

Jadi, ngerokok hanya boleh di smoking room dan rumah sendiri? Engga juga. Malah, smoking room itu parah banget. Gue ngerokok bukan karena rokok itu wangi. Kalo rokok elektrik (seperti punya Johnny Depp waktu dia main di The Tourist) itu murah, mau deh gue. Gue sendiri setuju kalau asap rokok itu bau. Pernah sekali, di airport, gue coba masuk ke smoking room. Rokok gue baru abis setengah, gue udah ga tahan sama bau badan gue sendiri dan langsung keluar.

Yang penting adalah di tempat terbuka di mana ada udara dan pepohonan yang bisa menghisap asap dan mendaur ulang menjadi gas oksigen untuk kita semua hidup esok hari.

Nah, terus.. Kalau sedang jalan kaki dan merokok, orang sering mematikan rokoknya di trotoar jalanan dan diinjak setelahnya. Orang Jakarta, sering banget marah-marah soal kebersihan kotanya, padahal ya salah sendiri. Ga perlu ngomongin soal limbah pabrik atau orang pinggir kali buang sampah sembarangan deh, perokok aja matiin puntung sembarang. Sama aja.

Masih di trotoar yang sama, kadang perokok tuh ga sadar kalau yang jalan di trotoar bukan hanya dirinya sendiri. Waktu buang asap, tiba-tiba bisa ke arah muka orang. Paling parah kalau ternyata yang lewat adalah ibu hamil atau anak bayi yang sedang digendong ibunya. Bukan masalah penyakit, tapi masalah kenyamanan soal baunya. Sama seperti betapa seringnya gue protes sama orang-orang kantoran yang bau banget keteknya waktu pulang kantor dan di KRL kita semua berdempet-dempetan.

Kalau saja, para perokok lebih intelek, lebih sopan. Pasti lebih kurang dibenci. Coba perhatiin bau badan setelah merokok, coba disamarkan dengan parfum atau keringet sekalian (kayak cara ngilangin bau pete, ya makan jengkol), perhatiin juga tempat untuk merokok. Ada kemungkinan besar lama-kelamaan rokok dianggap sebagai adiksi yang biasa saja seperti kopi. Dan, please, jangan samain ini untuk pengguna obat-obat terlarang. Beda jauh parah itu sih kasusnya. Gue sendiri selalu mencoba sebisa mungkin untuk ga matiin puntung di trotoar, apalagi ngerokok di dalem angkot.


Ini hanya tebakan liar anak lulusan SMA yang belum dapet kampus. Kalo enggak setuju, ya wajar aja.