December 17, 2013

About "The Dream" of My Fantasy World

                Everyone have their own fantasy world. Like when they become the superhero or where there’s a perfect world without crime and Borneo is green still. Something that they can hope for, something people dream about.
                I, too, have my own fantasy world. A world where everything is normal. Beckham still the football king of England along with Cantona, Jakarta’s street still filled with commuters coming from all over small town nearby, and Joan Rivers still have an agenda for lips pumping appointment.
No need for a fucking unicorn or spaghetti everywhere or naked chicks always there on my bed whenever I want to. That’s not “the dream”. Those things are overrated and it will be a chaotic-ending kind of fantasy.

The only thing that could ever be a fantasy is when my plan works well.  
                It will not ever be “just” that. I always have a plan. It’s just a daily routine. I keep things simple, I know what I wanna do at which hour and I will do it. If even I didn’t do it, I can always handle with a backup plan.

                Me and my plan always works well. Things are getting worse when people came in or  I invited them (on purpose or not it doesn’t matter, being social is irresistable). Some people just can’t cooperate. The most annoying people is the one who wasn’t invited by me with purpose and however think they have the rights to know.

                Well.. Just a simple fantasy world where my plan works well, daily ones not like a future what not, without any obstruction. I just want time and people that is inside my plan (somehow) to be good to me. Now, that’s “the dream”. 

December 12, 2013

Dear 15 Years Old Social Mediocre

@obatdemam,

                Gue sendiri tidak yakin ada alasan yang jelas dibalik nama akun twitter itu. Gahol kok. Jangan takut jadi apapun, semua terjadi dalam pilihan lu. Gue tahu umur lu masih menandakan bahwa lu masih di bawah perlindungan ketat orangtua, tapi dalam beberapa tahun akan jadi jauh lebih longgar.

                Kalau mau jadi obat demam, gue tidak punya saran apa-apa selain jadi orang yang lucu. Bekerja menyembuhkan demam ke banyak orang. Seperti apa yang kitab tebal bersampul hitam dan ada di meja belajar lu dan gue tidak percaya lu cukup sering membacanya, bilang hati yang gembira adalah obat.

                Tetanggaan sama lu udah tidak seperti dulu lagi. Lu makin sibuk dengan diri lu, begitu juga gue. Kapan lagi kita sempat golden week? Bersenang-senang, gila-gilaan, berjanji untuk tidak tidur semalaman dan lu akhirnya tidur duluan.


                Ingat tidak foto kita berdua di belakang nisan kuburan opung? Pernah sekali waktu, waktu gue jadiin foto ini sebagai profile picture di Facebook, beberapa hari kemudian lu melakukan hal yang sama. Gue yang merasa aneh, pada saat itu langsung buru-buru mengganti dengan foto yang lain. Hahaha, masa kecil. 

Alaynya dulu dan betapa masih gendutnya dirimu, mam

              Lu sih masih punya banyak waktu untuk bersenang-senang. Gue hanya menuliskan ini karena gue tidak pernah tahu harus berbicara apa kalau Gue melihat mulu yang sudah penuh dengan efek negatif hormon dan perut buncitmu itu. Gue tGuet lebih sering menahan tawa atau malah meledakkannya di depan wajahmu daripada mengucapkan kalimat bermakna.

                Hidupmu ke depan ditentukan oleh berapa sering lu mengingat nama aslimu sendiri. Selamat ulang tahun, mam. Lu masih sangat muda.


Sepupu G4h0lz BgTss,

@FRenaldoo

December 8, 2013

16 Tahun Hitamnya Mr. Black

Mr. Black,


                Kalau aku buka surat ini dengan menuliskan apa yang seharusnya aku ucapkan setiap tanggal 8 Desember kepadamu, mungkin terasa mainstream. Mari kita hindari bersama. Jangan berharap aku akan menulisnya di awal.

                Kamu tahu banyak hal yang aku tidak tahu, tentunya dalam batasan kita masing-masing. Aku tidak tahu bagaimana kamu bisa mencapai 80% headshots atau menghasilkan uang dari akun game. Aku juga tidak mengerti apa rasanya selama  15 tahun (mungkin) jadi orang terhitam di lingkunganmu. Hmm, ini menarik.

Satu-satunya alasan kamu dipanggil dengan nama panggilanmu hari ini hanya karena kulitmu. Tidak ada alasan lain. Bukan karena latar belakang yang gelap atau membawa ke-gelap-an setiap kali kamu berjalan. Hanya kulit.

Aku tidak pernah merasa jadi rasis kalau memanggil kamu, sepupuku sendiri, dengan nama panggilan itu. Keren, tidak masalah. Namun, aku tidak tahu isi dirimu sepenuhnya, perasaan mendalam apapun dari dirimu. Aku tahu kamu pasti merasa nama panggilan ini keren. Ah, pasti. Tapi kamu tidak pernah bilang. Hanya bersikap seperti nama itu keren.

Sudah lebih 5 tahun sepertinya kita memakai nama panggilan yang kita buat waktu ingin membuat podcast “Snapshot”. Kamu tentunya masih ingat dengan jelas adegan saat aku memanggil nama panggilanmu sampai menjulurkan lidah, masih lucu.

Selamat ulang tahun. Tentu aku tidak akan menuliskannya di akhir, karena kamu pasti sudah menduga seperti itu saat aku dengan jelas-jelas memberitahu kalau aku tidak ingin menuliskannya di awal. Ini masih di tengah-tengah.

Kalau di kenang-kenang, terakhir kali kita bicara dengan memanggil nama panggilan masing-masing kapan ya? Lama tidak bermain game bersama, tapi aku culun punya. Tidak bisa main. Lama juga sejak Snapshot terakhir kita.

Tahunmu terulang rutin setiap tanggal 8 Desember. Aku hanya bisa bersyukur kalau kamu masih hidup setiap tahunnya dan di tanggal 8 Desember. Satu-satunya sepupuku yang jago main game dan jenius dalam tahun yang sama.

Selamat ulang tahun. Aku menuliskannya dua kali. Aku tahu kamu sama sekali tidak menebak aku akan menuliskannya dua kali. Berharap setelah menulis ini, di tanggal 8 Desember aku bisa mengucapkannya. Di depan wajahmu, kepada si kulit hitam, dan hati yang putih.


Sepupu tak berkado,


DeadMaster

October 30, 2013

Malam Hari di Sudut

Ketika saya sedang berbaring di pinggir jalan
Menatap ke langit luas
Lalu berguling menuju sudut yang lebih gelap
Orang tak melihat
Sedang saya memerhatikan titik-titik putih itu
Mana pula saya mengerti apa itu bintang
Saya tahunya itu titik-titik putih yang indah
Anehnya, seperti kumpulan ketombe
Di baju yang lapuk ini

Sebelum bintang-bintang berdatangan
Panggung langit dibuka dengan acara awan
Gumpalan putih yang terlihat empuk
Seperti kapas beterbangan di ruang atas sana
Berbagai bentuk bisa terjadi
Tergantung angin yang meniup dan membentuknya
Saya di bawah kolong ini
Hanya menikmati yang di atas

Tak layaknya awan yang bergerak ditiup angin
Bintang cenderung diam
Setiap berganti malam, berganti tempat
Setiap saya lihat, tetap pada tempatnya

Saya bertanya selalu
Setiap siang mereka ke mana?
Berlatihkah untuk acara setiap malamnya?
Seperti manusia yang di bawah ini
Sewaktu siang bekerja layak budak uang
Maka bintang layak budak matahari

Saya hanya pemerhati
Penonton dari sudut jalanan yang kotor
Tempat orang meludah dan buang air
Sama sekali tidak lebih baik dari siapapun

Tapi sekali malam tetap malam
Dan itu semua saya punya
Pinggiran jalan yang hina
Dengan layar lebar di atas sana

Kita semua tahu malam itu gelap
Jarang kali ada yang bisa melihat dalam gelap
Saya bisa lihat tembus ke malam yang gelap
Ke hati manusia yang gelap
Menemukan titik-titik putih
Harap-harap jadi besar
Agar sedikit bisa berbisik

Saya ada di sudut kotor
Memerhatikanmu selama ini
Dan kita tidak berbeda
Biar malam yang gelap menudungi kelemahan kita semua

Sebelum sinar surya menghukum kita dengan kejam

October 29, 2013

Heart Rock Café

                Untuk anak remaja, kegiatan yang cukup memicu jantung dan otak sekaligus dan berulang-ulang, bukan roller coaster. Mainan itu sih sudah bisa dimainkan oleh anak kecil, yang penting tingginya memenuhi syarat. Bukan juga main bola (futsal, sepak bola, basket, voli, dan olahraga dengan bola lainnya). Memang benar, keduanya memicu jantung dan otak sekaligus. Hanya saja, belum tepat.

                Ini adalah satu-satunya kegiatan yang bisa memicu jantung dan otak sekaligus dengan berulang-ulang dan memiliki efek yang gila-gilaan sampai bisa mengakibatkan kematian secara fisik maupun spiritual. Bisa membuat anak remaja, siapapun korbannya, akan berubah total dari kebiasaan yang sebelumnya ia miliki.

                Kegiatan ini memang secara umum bisa terjadi pada orang di umur berapa saja. Efeknya memang berbeda. Paling menarik dan paling heboh, tentu saja terjadi pada anak remaja. Otaknya sedang penuh terpompa oleh hormon. Kegilaan adalah hal yang anak remaja biasa lakukan. Tidak tidur, tidak makan, tidak minum, tidak belajar, tidak berhenti berlari, adalah hal-hal yang sebenarnya cukup gila, namun dianggap biasa oleh anak remaja pada umumnya.

                Terjatuh akibat aksi kegilaan mereka memang sakit, kebanyakan dari remaja mengakui hal ini, dan beberapa dari mereka tidak tahan akan sakitnya. Ada yang memutuskan untuk mengakhiri hidup, ada juga yang memutuskan untuk balas dendam kepada orang yang telah menjatuhkannya hingga sakit. Beberapa di antara mereka survive. Mereka adalah orang-orang yang tidak membuat hiperbola mengenai kejatuhan dan rasa sakit ini. Anak remaja model begitu adalah yang orang-orang yang punya keberanian untuk jadi gila lebih besar atau rasa penasaran mereka belum terpuaskan, mereka jadi lebih sayang nyawa.

                Cinta itu faktor utama kegilaan. Sumber dari segala macam kegilaan remaja terletak pada satu kata yang tidak mudah diurai seperti atom-atom kimia. Kata ini sering dibahas, sering dibuat puisi, dibuat cerita. Kebanyakan di antaranya, berakhir bahagia. Orang sering bilang, kalau kita mendapatkan yang kita cintai, maka kita bisa bahagia selama-lamanya amin.

                Di antara berbagai kecelakan yang tragis, yang bisa saja mengubah orang dari pandangan hidupnya yang lama menjadi yang lebih baru, hampir semua anak remaja menghadapi yang namanya jatuh cinta. Jatuh cinta terhadap seorang manusia lain (lain jenis atau sesama jenis persoalan yang berbeda), benda, permainan, bahkan hal-hal yang spiritual (Tuhan atau roh dari idola yang sudah mati, semacam Michael Jackson).

                Jatuh itu kata kerja dan cinta itu kata sifat. Jatuh cinta itu frasa yang menunjukkan suatu pekerjaan. Jadi benar saja, ini sebuah kegiatan. Karena cinta adalah sumber dari kegilaan (yang bisa positif atau negatif), begitu anak remaja jatuh ke dalamnya, maka segala hal yang dilakukannya bisa jadi irasional dan ya itu, gila.

                Tetapi, mari kita lihat ke satu sisi menarik yang ada di dalam kegilaan ini, yakni nyantai. Bersantai yang berlebihan dan duduk dengan waktu yang lama, bisa dibilang juga sebagai nongkrong. Kalau jatuh cinta yang di-ekspresikan dengan kegiatan pacaran, maka kebanyakan pasangan di abad 21 ini suka nongkrongin antara HP mereka atau laptop mereka. Menunggu-nunggu balasan. Kalau orang-orang yang suka main game, ya dia akan nongkrongin console antara komputer atau playstation.

                 Nah, yang membuat jantung berdetak kencang dan otak berputar-putar adalah saat-saat nongkrong itu. Kadang, menunggu-nunggu balasan yang lama dari pacar bisa membuat orang menjadi parno dan takut ternyata salah SMS atau ada sesuatu yang terjadi dengan pacarnya, dan berbagai macam alasan parno lainnya.

Orang-orang yang main game dag-dig-dug saat dirinya sudah hampir kalah di satu event yang penting (final, misalnya) dan berusaha memutar otak untuk bagaimana cara counter-attack atau memperpanjang waktu dan menyerang di ronde yang lain dengan kekuatan baru dan menyusun strategi yang lebih fresh.

Lain lagi dengan jatuh cinta sama benda,  jantung mereka mungkin akan berdegup sewaktu baru membeli dan memutar otak untuk mengumpulkan duit membeli benda yang kepadanyalah ia jatuh cinta, sisanya mungkin hanya berdegup jantung sewaktu benda kesayangannya itu hampir jatuh atau lupa diletakkan di mana dan hampir hilang. Lalu orang-orang yang mencintai benda favoritnya ini membuat perlindungan khusus, semacam sarung atau apalah.

Hampir semua orang yang jatuh cinta berdiam diri. Menikmati hal itu. Nongkrong di tengah kegiatannya yang gila itu. Melakukan kegiatan pasif, semacam tidak tidur, tidak makan, tidak minum. Hanya menikmati hal yang ia cintai.


...
Jantung berdegup kencang dan otak berputar keras, berusaha mempertahankan sesuatu yang kepadanyalah ia jatuh cinta.
Gila itu. Jatuh cinta. Gila itu. Gila sekali.



October 26, 2013

Status

Menimang-nimang bayi kecil itu
Membayangkan ketika ia tumbuh besar
Alisnya yang tebal itu
Cocok sekali menjadi mafia di Italia
Bibirnya yang tipis ini
Ah, pasti dia akan jadi anak yang pemalu
Kulit kuning langsat
Akan membuatnya lebih cakap
Bintang di sekolah
Matanya akan selalu bersinar
Tertutup pun tetap memerlihatkan harapan cerah

Anak haram tetap haram
Tapi bayi yang tak berdaya
Akan menjadi anak yang berdaya
Status jadi masalah
Ketika kita tidak dapat berbuat apa-apa

Anak ini
Cakap sekali kelihatannya
Tapi anak ini
Dibuang ibunya
Kurang cakapkah dirinya yang lucu ini?
Mungkin hanya karena

Anak ini anak haram

October 25, 2013

Festival Ajib

Dengan Dua botol Nutrisari
Dan Sebungkus kacang Mayasi
Sebelum tiba cahaya matahari
Sudah terduduk di atas bus Damri

Menanti tujuan selanjutnya
Menuju sesuatu yang ditunggu-tunggu

                Sebulan menunggu festival besar ini. Menghayal akan hal-hal yang tidak akan terjadi (dan tidak perlu ditanya lebih jauh), menunggu akan kemeriahannya. Segala bayangan itu melompat-lompat di dalam kepala gue yang kecil ini.

                Sebulan setelah gue pesen tiket kereta, booking hotel, dan tentunya tiket acara ini, akhirnya subuh itu datang juga. Tiket untuk pesawat pukul 5.20 WIB, dari Cengkareng ke Denpasar sudah rapi terlipat di dalam tas selempang. Dengan susunan uang yang juga sudah rapi untuk bayar bus Damri dan airport tax.

                Gue memang merencanakan untuk sampai di Ubud sehari sebelum acaranya mulai. Akhirnya menghabiskan waktu satu harian untuk foto-foto sendiri dan jalan-jalan.




                Besoknya, tidak seperti pembukaan festival meriah lainnya, opening di adakan di salah satu venue, yang adalah Museum Neka. Hanya ada satu tari-tarian Bali yang indah dan lumayan memukau, lalu ada opening speech dari founder UWRF dan juga ada keynote speech dari Goenawan Mohamad. Abis itu, gue mendengarkan panelnya Sebastian Faulks. Dia yang nulis buku Devil May Cry, yang tokoh utamanya adalah James Bond.

Goenawan Mohamad lagi Keynote Speech

                 Setelah panelnya selesai, gue sempet ketemu Pangeran Siahaan dan janjian mau nonton bareng (dan akhirnya ga jadi karena ga tau mau nonton di restoran apa yang ada TV, ga perlu dibahas cerita nyari-nyarinya gimana). Abis itu buru-buru ke motor dan melakukan perjalanan terpanjang gue selama naik motor.

                Jadi begini, gue berencana untuk ikut book launchnya Trinity (penulis The Naked Traveler series) yang mulai jam 3 WITA di mall paling besar di Bali yang pernah gue tau. Gue jalan dari Ubud jam 1 dengan perut agak terisi setelah makan pagi yang super banyak. Perkiraannya, satu jam sampai dan bisa makan dulu sebelum nonton si teteh.

                Ternyata, 34 km tidak bisa ditempuh secepat itu dengan kendaraan beroda dua dan bermotor. Walaupun begitu, memang akhirnya pas-pasan. Sampai di Gramedia sudah tinggal 2 menit lagi sebelum acaranya mulai. Jadi, ya sudah.

                Satu hal yang terjadi (di luar perkiraan) juga dan sangat tidak menyenangkan adalah kondisi bokong yang sudah mati rasa akibat duduk di jok motor standart selama dua jam. Akhirnya selama acara gue berdiri-berdiri aja walaupun sewaktu dateng ada 1-2 kursi yang masih kosong.

Di Gramedia Mall Galeria, Bali

                 Setelah acara Book Launch sudah selesai, gue ngobrol-ngobrol sama Trinity dan kru dari penerbitnya sambil makan kue semacam muffin dan satu botol kecil air mineral. Gue dateng memang untuk ngobrol-ngobrol yang ini. Di-briefieng karena mau ngemsi buat book launch Trinity di Ubud nanti. Trus senengnya adalah waktu dapet buku terbarunya dia, yang mau di-launching, secara gratis. Cekikikan gitu dalam hati.

Ngobrol lumayan lama sambil ngopi sampai hari mulai gelap. Karena masih buta banget sama Bali, akhirnya gue memutuskan untuk buntutin mobilnya mereka sampai Ubud. Sekali lagi, perjalanan panjang di atas sepeda motor yang memakan korban dua bongkahan pantat yang berujung pada kematian (rasa).

Malamnya, karena tidak jadi nobar, gue ikut street party di jalanan tempat gue tinggal. Setelah selesai, gue baru sadar ternyata ada dua acara di street party ini. Gue cuma ikut nontonin band regae di depan sambil ngikut nanyi dan joget-joget. Acaranya ga selama yang gue pikirkan, ternyata cuma sampai jam 11. Pulang dengan kelelahan dan langsung tidur.

Besoknya, hal yang paling menarik adalah gue ketemu sama founder dari Lonely Planet, guide book untuk travelling yang paling terkenal. Dia adalah Tony Wheeler. Menyempatkan diri berfoto sama doi, yang legendaris itu. Rasanya sangat senang, tapi ini belum klimaks dari kesenenangan gue selama di Ubud. Hanya ini yang paling menarik sepanjang satu harian.



Hari Senin tanggal 14 Oktober 2013 pukul 1 lebih 30 menit. Acara yang paling di tunggu-tunggu dari seluruh acara menarik lainnya. Tidak perlu topik menarik atau tempat yang indah. Hanya perlu orang yang ditunggu-tunggu itu.

*jeng jenggg* muncullah Dewi Lestari di atas panggung sebagai panelis favorit gue sepanjang festival. Norak dan lega waktu lihat wajahnya untuk pertama kali. Entah apa yang gue harapkan dari melihat wajah penulis-penulis favorit gue, tapi Dewi Lestari di luar perkiraan. Perempuan yang cantik dan di luar stereotip penulis pada umumnya. Sekali lagi, gue pun juga sebenarnya belum tau apakah penulis zaman sekarang masih punya stereotip gondrong dan berantakan.

                Selesai panel, Dewi Lestari a.k.a. Dee langsung diserbu fans yang banyak banget. Berusaha tetap santai, walau hati dag-dig-dug, gue berdiri dan menunggu di belakang. Mau jadi yang terakhir aja.

Sambil berdiri-berdiri di belakang fans Dee yang banyak itu, gue sempat melihat fenomena yang membuat mata sedikit terpana. Ada seorang anak perempuan (yang diperkirakan dari lihat mukanya, seorang Bali asli) yang membawa seluruh koleksi buku karya Dee miliknya yang dipegang sendiri dan semua bukunya itu setebal dari dagu hingga pinggangnya. Bikin minder gitu karena gue hanya bawa satu buku. Satu-satunya yang bikin bangga adalah fakta bahwa buku yang gue bawa adalah edisi pertama.

Paling bangga nunjukin foto ini: Bareng Dewi Lestari

Sorenya baru deh gue ngemsiin Trinity. Satu jam yang menyenangkan, setelah akhirnya gue bisa masukkin satu experience lagi di resumè. Setelah itu, kita semua (gue, trinty, dan teman-teman asik lainnya) ngejer acara selanjutnya. Ada  yang ngejer acaranya Goenawan Mohamad, ada juga yang ngejer screening film. Gue salah satu yang ngejer screening film itu.

Doi Lagi bertemu fans, gue foto dari samping

Filmnya dokumenter, berjudul Jalanan. Bercerita soal 3 tokoh pengamen di jalanan Ibu Kota. Gue sempet perhatiin lokasi-lokasinya. Satu orang perempuan ngamen disekitar Blok M dan dua laki-laki (terpisah) ada di sekitaran Sudirman. Film ini ditonton oleh lebih lima ratusan orang (kira-kira). Seru dan lucu filmnya.

Di akhir film, ketiga tokoh itu maju ke atas panggung dan memainkan lagu original mereka. Ketiga orang itu mendapat tepuk tangan dan sorak-sorai yang meriah dari penonton, ternasuk di antaranya, gue sendiri.

Malam berakhir dan menutup dirinya sendiri. Tinggal bulan di atas sana yang menikmati segelintir manusia kalong yang tidak pernah tidur malam.

Pagi-pagi di hari terakhir festival ini di buka oleh panel di mana Dewi Lestari jadi salah satu panelisnya. Kali ini topiknya menarik, “Honouring Kartini”. Jadi ada 2 panelis perempuan dan satu moderator yang juga perempuan bicara soal gimana mereka berdua ini menjadi Kartini kontemporer gitu. Menariknya adalah salah satu panelis perempuan yang lain itu, Nila Tanzil, adalah juniornya Dewi Lestari waktu kuliah.

Di tengah-tengah mendengarkan sesi panel yang ini, gue sambil baca timeline Twitter. Ternyata ada berita mengejutkan dari panitia. Sapadi Djoko Damono tidak jadi hadir! Oh, tidak. Dia juga sebenarnya salah satu orang yang gue tunggu-tunggu kehadirannya dan juga tanda tangannya di buku terbarunya dia.

Setelah selesai panel yang ini, Dee lanjut lagi ke venue yang berbeda untuk panel terakhirnya. Soalnya setelah itu dia ngejer pesawat untuk kembali pulang ke Jakarta. Selesai di sesi panel yang satu ini, ternyata di kejer tanda tangan dan foto lagi. Gila juga, kata gue dalam hati. Emang ini perempuan hebat banget sih. Tadinya gue juga mau minta foto lagi, tapi karena lama dikerubungin fans-nya yang lain dan dia juga udah mau ngejer pesawat, gue jadi sungkan. Akhirnya hanya salaman aja terakhirnya dan senyum tersipu-sipu.

 Malam itu adalah malam penutupan, tapi gue tidak ikut. Alasannya karena motor udah dibalikin dan bingung nanti pulangnya gimana.

Hari setelah itu, gue mulai perjalanan cerita yang baru. Gara-gara UWRF 2013, tiba-tiba niat untuk ressurect tulisan lama yang sudah hilang. Kali ini, ditulis dengan perspektif yang berbeda. Entah lebih menarik yang mana. Berharap poinnya masih akan tetap sama.


*Ditulis tiga belas hari setelah festival selesai.




                

September 29, 2013

Dua Bulan

                Sudah dua bulan. Mendengar “Susah banget sih contact lu? Gimana caranya?”; “Trus gue nanti contact lu gimana?”; “Ha? Hilang lagi? Wah, kacau banget lu.”. Sudah dua bulan. Menghilang dari dunia sosial yang begitu mudah. Sudah dua bulan. Jadi hantu dan bayang-bayang keramaian dunia maya.
                “Engga sih, ga nyesel sama sekali.” “Yakin? Bukannya pasti akan banyak momen menulis yang gemilang di tengah jalan, begitu?” “Engga juga, jarang. Dalam waktu dua bulan yang sudah lewat, paling cuma ada berapa ide. Itu juga ga yakin jadi semua.”

                Tidak hanya jadi bayangan dunia maya saja, bayangan dari hobi dan kebutuhan sendiri itu lebih parah lagi. Tidak terlalu sulit melewati ini semua. Laptop HP mini, yang sudah melayani kebutuhan gue lebih lama, dengan setia mendukung dalam segala hal. Hanya saja, tidak dalam segi portable.

                Sudah dua bulan. Kalau kamu tau game “Plants vs Zombies” ada satu level di bagian puzzles yang namanya “Invisighost”. Rasanya seperti itu kira-kira. Selama dua bulan.

                Selama dua bulan. Paling sering bilang “Abang pinjem HPnya ya” ke sepupu gue yang masih 9 tahun dan udah punya Blackberry Onyx. Beberapa kali kasih nomor HP itu ke orang, padahal bukan milik sendiri. Padahal, apalah pula salahnya memberi alamat e-mail? Udah zaman modern ‘kan ini? Itu yang terpikir dalam benak.

                Akhirnya, memang karena tuntutan zaman, gue berencana beli HP baru. Membuat janji pada diri sendiri, pokoknya harus ada HP sebelum bulan Oktober. Bukan karena rasa malu, tapi karena kebutuhan. Bukan karena anak zaman dan mengikuti kebutuhan zaman, karena di dalam diri ada ego dan ego mengatakan, “Saya butuh HP!”.

                Dua hari sebelum Oktober. Gue membuat keputusan. Ini HP baru. Setelah dua bulan. Sekarang itu dua hari sebelum Oktober, hari setelah dua bulan. Menyenangkan sekali rasanya. Kembali berhubungan dengan alam maya.



 *Ditulis masih sambil dulanan HP baru.

September 4, 2013

Stop Populating, Please

                The fact that this world never really need this much human, make me feel appropriate to say that death is a celebration of life. One thing I know of being an Indonesian, death of (mostly) old people are celebrated by many tribes. One among all is one of my own tribe (since I have so many in one blood), Batak.  I, myself, feel so happy when my grandma was dead. If you’re imagining happy like when I watch Chelsea won the Champions League, then you’re wrong. I’m happy because I feel relieved.  This world not just need a space, but really need a big space. I know that 9 billion people in the world feels too much because they stuck in big towns where everything is there to be work with. Nobody wants to live in a forest, abandoned from a great life called the internet.
Transmigration is an old idea, a very old idea. A good idea now is don’t fuck and stop making kids.
All I’m saying is to you married legally people, an experience to have a kid is overrated, and unmarried illegal pregnant ladies, just stop fucking with your boyfriend and runaway before he makes you pregnant again.
One other program that is also old and overrated is (in our country) “keluarga berencana” or “Planned Family” (not sure of the literal translation, not googled btw). If by “planned” the government mean programming your sex to make one best kid you could possibly have and educate them to be good human being that this world needs, then it would work.

Please just remember these words: One is more than enough, people. Because enough is what you already have with your couple. 

September 3, 2013

Iklan-iklan

Setiap duduk seringkali sedang berusaha menutup

Banyak orang berkata hal ini mengganggu
Membuat yang seharusnya dilihat menjadi tertutup
Pemandangan menjadi tidak karuan
Kapitalisme! Pendorong konsumerisme!

Sebagian orang lain berkata inilah sumber pendapatan
Klien bahagia, uang saya banyak
Tidak ada yang tersakiti juga
Menurutmu baju kita beli dari uang apa?

Pro-kontra sudah biasa memang
Dan yang ini memang tak bisa dihalangi

Sebentar lagi, perederan jamur sudah kalah
Akan begitu banyak orang hidup bergantung dengan ini
Hal yang menjadi akselerasi roda pasar
Semakin menyenangkan, semakin sukses
Namun sedikit jamur yang menyenangkan

Menjadi bagian dari hal ini yang membuat orang maklum
Sisanya, hanya menjadi mangsa-mangsa empuk
Jangan lagi salah mengira
Atau berusaha menduga-duga
Karena tidak ada yang tidak menjadi mangsa


Mufasa saja tahu, kita semua akan saling makan

August 21, 2013

Logika Salah

Karena manusia punya pilihan
Mereka bertindak
Berdarah dalam balutan kasih
Tertawa di atas penderitaan
Salah-Salah, maka benar

Gatal melihat kerusakan
Digaruk menambah
Sakit yang lebih parah
Jangan lagi logika berkata
Min kali min sama dengan plus

Satu pengecualian
Menggentarkan
Satu teori
Dan orang bodoh
Menghajarmu dengan pengalaman

Panjang akal tidak mengajarimu satu hal
Kata-kata palsu
Hidup yang tak lagi ada
Berlapiskan emas dan uang
Gaun mewah dan selimut tebal

Tuan dan Puan
Hamba dan budak
Hitung-hitung pilihanmu
Jadi salah satunya
Tak membuat perbedaan

Akan menjadi besar
Lengkap dengan akal budi
Maka tetaplah polos
Kemurnian menjagamu
Untuk terus hidup


August 20, 2013

Hidup dan Mengajar Dua Bocah

                Sudah sebulan tinggal di Bekasi. Makin hapal jalanan dari rumah ke stasiun dan tempat-tempat penting macam minimarket, supermarket, ATM, apotik, dan bahkan rumah sakit setempat. Sebenarnya sebulan tinggal di daerah Jatimulya, sih. Selama sebulan di Bekasi juga belum pernah ke mall, tapi tiap kali mau ke atau dari stasiun selalu lewat mall BTC.

                Baby sitting pekerjaan yang menarik, sebenarnya. Melihat anak (atau dalam kasus gue, anak-anak) bertumbuh besar setiap harinya, memberikan kesenangan. Paling menyenangkan adalah kalau mereka makin pintar. Karena kalau begitu, segalanya bisa jadi lebih cepat. Mandi lebih cepat, makan lebih cepat, dan belajar juga jadi lebih cepat.

                Keduanya punya kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Yang lebih tua dan lebih kurus dan lebih coklat punya kemampuan bercerita dan menghapal yang tinggi. Dia masih bisa fokus dan punya konsentrasi tinggi. Cuman, matematikanya lemah. Kalau lagi kerjain soal dan udah ga bisa, dia bengong. Lebih mirip sama gue. Yang muda dan gendut dan putih bisa mengerti matematika dengan cepat. Menghitung di kepalanya juga sudah cepat. Dia juga mudah mengerti aturan, semacam aturan huruf kapital di Bahasa Indonesia. Begitu disuruh menghapal, lamanya sampai berjam-jam. Gampang sekali untuk lupa. Padahal, dia juga baru sebut. Dalam hal ini, ngajarinnya lebih susah daripada ngajarin yang lebih tua pelajaran matematika.Beruntungnya, yang muda masuknya siang, jadi ada waktu untuk dia belajar lagi pagi-pagi. Nanti semester depan, baru dia masuk pagi.

                Bed-time story adalah hal yang menyenangkan bagi dua sisi, gue dan mereka. Gue senang bercerita dan mereka senang tidur sambil mendengar cerita. Memang sih, bagian paling menyenangkannya adalah fakta bahwa mereka sudah tertidur, jadi gue bisa get on with my online life.

                

August 17, 2013

Mari Cinta yang Sudah Dipilihkan

Rata-rata anak remaja di seluruh dunia tidak menyukai negara asalnya atau orang tuanya. Begitu banyak keluhan soal itu. Remaja seringkali berandai-andai untuk bisa memilih (setidaknya) negaranya. Apalagi setelah mengetahui bahwa ada orang-orang yang memiliki status bi-patrid atau bahkan multi. Gue sendiri juga pernah berandai- andai soal memiliki status itu. Jadi orang seperti rasul Paulus, misalnya. Dia bisa jadi orang Yahudi  dan Romawi yang terhormat sekaligus. Keponakan gue juga begitu. Nanti waktu usianya 18 tahun, ia berkesempatan memilih antara Indonesia atau United Kingdom. Hal yang begitu jarang dimiliki orang. Walau demikian, setelah bertumbuh dewasa orang biasanya mulai bisa mengerti arti sebenarnya cinta tanah air. Semua memang butuh proses.

Lagipula, kalaupun bisa diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk memilih orang tua dan negara sendiri, akan terjadi mass confusion. Bahwasannya, tidak ada bentuk orang tua atau negara yang sempurna selain yang ada di otak egois kita masing-masing. Khususnya, setelah manusia sudah jatuh dalam dosa. Ditawari surga pun mungkin menolak, karena keterikatan-kebebasan di otak mereka tidak tercemin dalam kesucian surga.

Dipilihkan adalah pilihan terbaik yang manusia bisa dapatkan. Orang Jawa (secara khusus) mungkin lebih mengerti hal ini, yakni nrimo. Mensyukuri dan mengasihi akan apa yang sudah ada. Toh, tidak ada yang sempurna. Apalah gunanya melawan. Lama-lama kita mengerti indahnya yang sudah dipilihkan.


July 20, 2013

Bersama Dua Sepupu

                Seminggu sudah tinggal di Bekasi, sebuah tempat sub-urban  yang banyak pabriknya. Tidak beda jauh dengan lingkungan rumah, hanya lubang-lubang di jalannya aja yang lebih banyak. Di sini tinggal bersama dua anak kecil, ibu mereka, dan bibi yang sudah tua dan buta huruf. Lumayan, tidak buruk sama sekali. Makan, main playstation, tidur, dan mengurus dua anak kecil itu adalah kegiatan yang terjadi selama satu minggu ini. Rasanya seperti terisolasi dari luar.

                Kehidupan yang benar-benar berbeda selama satu minggu ini, kehidupan seorang baby sitter. Kalau ada yang suka nonton serial Amerika dan kebetulan mengetahui serial Melissa and Joey, pasti mengerti kalau saya kira-kira ada di posisi Joey. Hanya saja, anak-anak yang diurus Joey lebih besar.

                 Liburan yang cukup menyenangkan. Anehnya, makan-tidur seperti ini pun tidak membuat saya makin gemuk. Selama dua minggu sama sekali tidak berolahraga. Mungkin esok hari akan bermain tenis. Impian gue untuk jadi gemuk dan kekar tertunda jadwalnya selama dua minggu. Tidak berasa, kehilangan HP saja membuat rencana hidup bergeser begitu besar. Ditambah lagi dengan tidak bersekolah.

                Untuk sementara saya pikir hidup akan agak kacau. Meninggalkan banyak kegiatan, komunitas dan hal-hal penting seperti keinginan untuk potong rambut selama dua minggu sudah terlalu lama dan terlalu banyak yang terlewatkan untuk anak jalanan macam gue. Walaupun, sekali lagi, harus tetap berterima kasih pada teknologi sosial media yang membantu memonitor dari jauh.

                Ya hidup ini akan kacau terus kalau selalu mengeluh. Gue seneng bisa berada di antara dua sepupu yang banyak makan dan sering bertengkar. Mereka memberi kebahagiaan dengan cara yang berlainan, setidaknya berlainan dengan kombinasi yang bagus. Yang lebih tua itu anak yang kurus, lebih coklat dari yang muda dan agak seperti perempuan, misalnya bawel dan suka marah sambil teriak-teriak. Dia memberikan peran besar dalam menemani gue nonton TV. Dia bisa mengikuti serial-serial yang saya tonton dan tidak disangka-sangka dia juga mengikuti E!, khususnya sejauh hari ini saya tau dia mengikuti Giuliana and Bill. Saat gue sedang tidak menonton, yang lebih muda, dan lebih gendut, serta lebih putih dan jauh lebih pecicilan, menemani gue main bola di playstation.

                Saat makan adalah saat yang paling tidak menyenangkan bagi yang tidak makan, namun berada di sekitar mereka saat mereka makan. Waktu gue makan dan posisi duduknya berada di antara mereka berdua, mereka akan makan dengan tenang seperti biasanya. Di waktu yang lain, ketika saya sudah makan atau belum ingin makan, mereka akan makan dengan sangat lama. Yang mereka lakukan adalah antara ngobrol mengenai game dan film, atau bertengkar. Si adik yang biasanya menggoda kakaknya sehingga si kakak marah.

                Kegiatan seperti ini yang gue hadapi selama satu minggu. Merepotkan? Hm, tidak juga. Menyenangkan? Bisa dikatakan demikian. Andai saja ada satu lagi sepupu gue yang selalu bersama dari kecil, maka kami berempat akan meledakan rumah ini hanya dalam satu hari saja, maksudnya membuat porak poranda yang seru.

                Hidup bersama keluarga itu berkah. Kalau ngomongin berkah di bulan Ramadhan begini, mungkin bisa dikatakan ini berkah yang besar.

July 19, 2013

SD Pengecualian

                Setelah bertambah besar dan bertumbuh lebih dewasa, tanggung jawab lebih besar, dan lulus dari jenjang pendidikan menengah atas, Sekolah Dasar sepertinya tidak lagi signifikan. Setidaknya, begitu bagi kebanyakan orang. Menurut beberapa orang, teman-teman di SD tidak terlalu signifikan karena waktu SD masih polos, masih belum banyak yang bisa di­ceritakan bersama, belum terbentuk ikatan-ikatan yang kuat seperti ketika punya teman di SMA atau di kampus nanti. Pertemanan enam tahun di SD sama sekali tidak sebanding dengan tiga tahun di SMA.

                Tidak bisa dipungkiri, dalam kondisi apapun di seluruh dunia ini selalu ada pengecualian. Di jenjang yang seharusnya masih begitu polos, jenjang yang masih membingungkan soal perkalian pecahan dan cerita Si Pitung, ada anak-anak yang sudah tidak memikirkan itu lagi. Mereka sudah memikirkan kata-kata yang lebih sulit dan belum pernah diajarkan oleh guru mereka, seperti cinta atau pacar atau bahkan kata-kata yang lebih vulgar. Hal-hal seperti ini lazimnya dibicarakan saat anak-anak sudah menjadi remaja sekitar umur 14-17 tahun, bukan anak bocah 10-13 tahun.

                Selain masalah topik pembicaraan, memori persahabatan juga berkait soal permainan. Anak SD main tembak-tembakan dan kelereng, anak SMA main motor dan mobil. Waktu SD mainan, waktu SMA beneran. Walaupun begitu, sebenarnya dua-duanya sama-sama mainan. Yang lebih dari itu biasanya jadi anak nongkrong, seperti kata MTV. Tempat nongkrong bisa jadi satu tempat yang menjadi patokan ingatan-ingatan lainnya, karena pasti akan ada banyak cerita. Anak SD, biasanya belum nongkrong karena belum punya uang, belum boleh pergi-pergi ke tempat jauh. Namun, sekali lagi harus diingat, ada pengecualian.

                Pengecualian-pengecualian ini sebenarnya sedang tertuju pada SD gue sendiri dan pada angkatan gue juga. Perlu diketahui, cerita ini bukanlah hal yang dibanggakan, namun ini juga yang membuat kami (walau berpencar) tetap masih bisa berhubungan dengan (sangat, bagi beberapa) baik. Jadi, beberapa dari anak-anak ini sempat saling suka dan pernah sekian kali menyatakan cinta. Kita juga sering sekali pergi ke mall Arion. Biasanya di sana beli atau sekedar baca komik di toko gunung agung, makan di KFC, lalu yang paling aneh dari kegiatan anak SD adalah Photo Box.

                Mengenai Photo Box, tahun 2000-an awal Photo Box sedang booming. Hampir tiap kali waktu kita-kita ke mall, kita masuk ke Photo Box. Narsisnya kita waktu SD dulu mungkin akan dibilang alay hari ini, tapi sebagian besar normal. Biasanya hanya senyum lebar-lebar, melet ke samping, pura-pura musuhan, atau tangan metal/peace. Pernah sekali waktu, gue, Joshua, Joel sedang di Photo Box, lalu kami membuat pose-pose yang buruk dan tidak layak cetak. Untungnya, ada kesempatan kedua dengan memencet tombol yang sebelah kiri. Waktu itu, gue juga lupa ada apa, kita sepertinya sedang terburu-buru. Sulit untuk menentukan sebaiknya cetak atau meluangkan waktu lebih lama untuk foto ulang. Karena waktu untuk menentukan dihitung mundur, maka Joshua sebagai yang ingin memencet tombol panik. Akhirnya, ia memencet tombol untuk dicetak. Maka jadilah foto itu. Gue sendiri udah ga punya lagi fotonya. Setelah SMP, gue dan Joel juga pernah sekali Photo Box. Lupa di mana, tapi gue foto pake baju pramuka. Jadi itu pasti udah SMP.

                Jadi ini adalah cerita keanehan singkat yang terjadi waktu gue SD. Angkatan yang dibawah kita aja sepertinya ga melakukan hal-hal macam itu. Ini juga yang membuat teman SD masih signifikan. Jangan cap gue karena gue anak sosial dan akhirnya jatuh pada ekstrim SKSD, tapi sepertinya memang masih deket. Besides, sosial media membantu cukup banyak. Tetep aja, signifikan atau engga kan berdasarkan memori sama hati. Kalau sudah di umur yang sekarang, ngomongin soal hati jauh lebih pas.         
               

                                

July 17, 2013

Jadi Kreatif

Beda sekali rasanya dengan seperti waktu sekolah. Liburan memang panjang, banyak sekali yang terjadi. Hanya saja, itu semua tidak banyak terjadi dengan teman-teman bermain yang sama. Hal ini membuat kehidupan menulis menjadi membosankan. Tidak hanya saya sepertinya, teman-teman saya yang lain, yang baru lulus SMA, juga sepertinya mengalami hal yang sama. Setelah UN, mereka tidak post tulisan apapun yang baru di blog masing-masing.

Punya sekolah dan tidak adalah sesuatu yang besar bagi hidup. Setelah lulus sekolah, punya kerjaan atau tidak menjadi sesuatu yang besar bagi hidup. Karena apalah gunanya hidup kalau hanya berada di kamar, menyendiri dan bermain game. Itu sangat menyedihkan. Setidaknya, itu yang saya lakukan selama dua hari yang lalu, maka itu saya tau betapa menyedihkannya hal itu.

Terisolasi akan keadaan membuat ide tidak bisa keluar dari kepala dan bisa berdampak kematian atau kegilaan yang panjang. Itu juga menyedihkan.

Manusia harus terus bekerja. Harus terus berjalan-jalan ke luar sana. Berada di rumah bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Tidak ada yang benar-benar menyukai hal ini. Dunia luar jauh lebih menyenangkan. Ada banyak hal yang bisa dipikirkan sampai otak mau meledak. Itu pun sebenarnya jauh lebih baik daripada tidak memikirkan apa-apa, walaupun dampak kematian dan kegilaan jangka panjangnya sama saja.

Kamar sempit. Dunia ini luas. Jakarta sempit (sekali). Sekali lagi, dunia ini luas. Sekolah tidak hanya ada di satu kota, begitu juga dengan pekerjaan, rumah, pasangan hidup dan banyak hal lainnya . Dunia sekarang ini butuh orang yang kreatif, dan untuk menjadi orang yang kreatif butuh ruang yang luas. Bukan hanya ruang secara fisik, tetapi juga secara pikiran. Sesekali bersikap egois untuk menemukan satu ide yang cemerlang, tidak memikirkan apapun atau siapapun, hanya diri dan juga ide yang brilian.

Jika itu semua membuat diri tidak memiliki banyak teman atau bahkan dimusuhi, maka berhentilah dan mulai berteman. Karena kekreatifan juga dimulai dari orang-orang di sekitar kita.



Sekedar Curhat Sebagai Penulis

                Setelah berusaha untuk menulis kembali, halangan langsung datang. Sangat berat untuk dilalui. Sudah ada 3 draft yang saya tulis untuk di-post dan masih tersimpan baik di my document. Luburan memang tantangan tersulit. Membuat malas merajalela dan main menjadi sangat mengayikkan.

                Blackberry yang hilang juga sempat membuat frustasi. Akhirnya terjebak di rumah dan tidak bisa keluar. Memang aneh sekali kejadian Blackberry yang hilang ini. Biar saya ceritakan. Saya tiba di rumah tante saya, sepulang dari Bandung. Lalu saya pergi ke atas untuk ke kamar mandi, sambil membawa Blackberry, lalu saya turun lagi kebawah (masih dengan memegang Blackberry) dan berdiri di dapur. Suasana sedang sibuk karena hujan turun deras dan ada banjir di depan rumah yang harus dihalangi. Setelah itu, saya lupa di mana Blackberry itu saya letakkan dan sampai hari ini masih dicari.

                Mengerikan sekali apa yang terjadi di sekitar saya. Apakah benar ini setan yang menggoda atau hal lain, tapi apapun itu, saya sepertinya tidak penuh persiapan menghadapinya.

                Mempunyai waktu sendiri untuk menulis juga adalah hal yang sulit. Bukan karena berada di tempat yang ramai, tetapi karena sudah ada dunia maya, Facebook dan Twitter membuat kepala menjadi ramai. Selalu terjatuh dan akhirnya terus menerus scroll ke bawah untuk melihat post atau tweet orang lain.

                Akhirnya, hanya curhat semacam ini yang keluar dari kepala. Saya pikir, ini semua bisa jadi pelajaran. Untuk menulis itu dibutuhkan tekad dan juga waktu untuk sendiri. Sebisa mungkin matikan internet, taruh jauh2 smartphone (sebisa mungkin dibuat agar LED tidak menyala, karena itu akan menarik mata sehingga tangan rasanya ingin mengambil), dan jangan nyalakan musik keras-keras. Otak harus bekerja dengan lancar dan jari-jari harus mengetik dengan cepat.

                Setelah ini, saya masih belum bisa janji kalau post yang keluar selanjutnya bukan hanya sekedar curhat. Ada 3 draft yang menanti, tapi belum tau kapan saya berniat untuk melanjutkan.  

                

July 10, 2013

Hai! Malas dan menulis kembali

                Sudah lama sekali sejak terakhir kali posting. Ada banyak sekali ide yang bersliweran keluar-masuk kepala, tapi sedikit sekali yang bisa ditulis. Kebanyakan ditulis di akun twitter. Seratus empat puluh kata yang singkat itu kadang-kadang harus diakali dengan berbagai macam cara untuk menyampaikan pikiran yang sedang terlintas tiba-tiba.

                Sulit sekali untuk saya menyimpan sendiri pikiran yang sudah terpikirkan. Rasanya sayang. Apalagi di memori manusia seperti saya yang prioritas daya ingatnya sempit (kebanyakan sudah diisi data film, artis, dan sepakbola).

                Saya sendiri akhirnya merasa bahwa kemampuan menulis saya menurun dan kemalasan saya bertambah. Sulit sekali untuk kembali disiplin setelah melepas kegiatan blogging karena ada UN, SBMPTN, SIMAK, dan yang terutama adalah karena ada liburan. Mulai bangun siang, mandi lebih siang lagi, makan pertama adalah makan siang, dsb.

                Pikiran yang kelelahan setelah dihajar tiga ujian ini pun akhirnya babak belur dan malas. Tentu saja saya tidak semudah itu menyerah. Berbagai usaha untuk kembali menulis terjadi, walaupun akhirnya gagal di tengah-tengah.

                Bukan hanya tiga ujian dan liburan saja yang membuat saya malas menulis. Terlalu sering berkomunikasi lewat messenger juga akhirnya membuat saya jadi malas. Rasanya, semua fokus pikiran sudah mengarah ke obrolan yang sedang terjadi. Pikiran-pikiran untuk ditulis hilanglah sudah. Yang ada hanya pikiran-pikiran untuk ditulis di kolom kecil beberapa messenger.

                Sebentar lagi saya (mungkin) akan masuk ke universitas. Kalaupun tidak masuk universitas, saya akan magang. Keduanya benar-benar membutuhkan keterampilan saya untuk menulis. Jadi intinya, saya akan mulai sibuk blogging lagi mulai sekarang. Karena dari sinilah disiplin menulis saya terkontrol, jumlah pembaca adalah motivasi untuk tetap menulis, dan tampilan blog yang gelap dan boring ini selalu menghibur saya.

                Semoga dengan begini, kerajinan untuk menulis (atau bahkan sebenarnya untuk bangun pagi) bertambah.

Hai!


-Ditulis di pagi hari pukul 08.58 ketika pikiran secerah matahari pagi dan mata masih segar memandang layar laptop mini ini-

March 18, 2013

Masih Remaja Sudah Pacaran



Orang tua sering bilang, “masih muda jangan pacaran dulu, sekolah dulu yang bener.” Seperti bagaimana telah disampaikan begitu banyak orang lain yang telah hidup jauh lebih dahulu dari kita, sebaiknya kita dengarkan kata orang tua.

                Seorang tokoh serial yang bernama Gregory House M. D. yang adalah seorang tokoh dokter yang brilian dan selalu merasa dirinya tak layak untuk bahagia juga pernah mengatakan sesuatu mengenai cinta dan pacaran. Suatu saat, ia berkata kepada pacarnya, “Being happy and being in love with you makes me a crappy doctor.” Hal ini dikatakannya setelah pasien ketiganya yang mati karena terlambat didiagnosa, dan ia mengatakan ini dalam keadaan mabuk. Kemudian ia melanjutkannya “If I had to choose between saving eveyone or loving you and being happy, I choose you. I choose being happy with you. I always choose you.

                Memang mungkin seringkali pacaran membuat studi agak kurang baik, karena memang ketika sedang jatuh cinta fokus hidup berubah. Walaupun begitu, pacaran memberikan sebuah energi baru yang mendorong manusia untuk hidup. Lebih baik lagi kalau pacarannya serius, tapi mari kita sama-sama lihat fakta. Berapa persen sih anak remaja pacaran serius? Lagi pula, untuk apa juga serius. Memang belum umurnya.

                Yang penting, kalau sudah pacaran harus tetap jaga keseimbangan dengan hubungan diri dengan yang lain. Dengan Tuhan, dengan keluarga, dengan teman-teman yang lain, dengan sekolah, dengan kerjaan, dan hubungan lainnya.

                Setelah menulis dua paragraf di atas, saya menyadari betapa “timur”nya saya. Karena memang sebenarnya, pacaran itu seringkali hanya untuk bersenang-senang bagi orang barat dan orang manapun setelah era globalisasi ini. Ketika serius, maka semuanya akan menjadi terasa lebih berat. Anak kecil tidak pernah mau tanggung jawab yang berat. Jadi, ya, yang pacaran hanya untuk senang-senang itu anak kecil.

Jangan jadi excuse ya untuk yang ga laku, ga laku ya introspeksi diri ajalah.

March 16, 2013

Dewasa dan Masih Nonton Bola


                Sebagai olahraga favorit di Indonesia, sepak bola menjalankan tugasnya dalam memberikan hiburan kepada seluruh kalangan di Indonesia. Tidak hanya pertandingan bola dalam negeri saja yang menarik perhatian penonton bola sekalian, pertandingan bola di luar negeri ternyata lebih menarik bagi sebagian besar kalangan penonton bola di Indonesia.

                Penonton bola tersebar dari anak-anak SD yang baru mengenali nama tim, logo tim, warna baju tim dan pemain-pemain terkenalnya, sampai kepada orang-orang tua yang sudah mengikuti dunia pesepakbolaan selama puluhan tahun hidupnya. Makin tua, para penonton bola ini akan memiliki opini yang semakin berkembang seiring dengan pengetahuan mereka akan sepak bola yang juga makin berkembang.

                Tidak hanya itu. Seiring bertambahnya umur, kesibukan juga bertambah. Sibuk kuliah, lalu akan sibuk kerja, sibuk pacaran, sibuk urus pernikahan, sibuk urus keluarga, lalu yang terakhir sibuk mengurus kematian yang nikmat. Biasanya, seorang penggemar sepak bola sejati akan menyempatkan diri mereka untuk setidaknya menonton tim favoritnya bermain. Kesibukan-kesibukan seperti ini akan menjadi alasan untuk tidak lagi mengikuti perkembangan bola seperti saat orang-orang dewasa ini masih muda dan masih kurang kerjaan.

                Maksud dewasa di sini bukanlah secara kepribadian atau akhlak dan perbuatan budiman. Ini semata-mata hanya berbicara soal umur, pengalaman, dan tanggung jawab yang lebih besar. Dengan demikian, sepak bola menjadi prioritas yang tidak lagi utama.

Jika dibandingkan, perbandingannya akan jauh sekali dengan anak-anak muda sekarang. Mungkin, anak-anak muda yang memperhatikan sepak bola masa kini beserta sejarah pemain-pemain yang dulu bisa mengimbangi pengetahuan orang-orang yang sudah dewasa itu, sedangkan orang-orang dewasa belum tentu fasih dengan kondisi pemain-pemain yang sedang bermain pada masa itu. Hal ini terjadi bukan karena orang-orang dewasa tidak mengerti, tetapi karena sudah tidak perhatian lagi. Selain itu, internet yang memudahkan anak-anak muda masa kini untuk mengetahui sepak bola pada masa lalu juga menjadi salah satu hal yang menambah jauh jarak pengetahuan antara “kalangan muda” dan “kalangan tua” dalam hal sepak bola.

 Kasus di atas memang terjadi pada sebagian besar orang dewasa yang semakin bertambah banyak tanggung jawab dan menurunkan prioritas mengikuti pertandingan sepak bola. Bagaimana pada sebagian kecil orang dewasa yang masih menonton sepak bola hingga hari ini? Apakah tanggung jawab mereka lebih kecil daripada orang-orang dewasa yang lain? Ya, mungkin saja. Ataukah sebenarnya sepak bola merupakan salah satu dari tanggung jawab mereka, sehingga mereka memang seharusnya dewasa dan masih menonton sepak bola? Nah, ini yang seru.

Sedari SD, saya sudah ingin jadi jurnalis. Bepergian dan menulis, kemudian saya dibayar untuk melakukan hal yang sama berulang-ulang di tempat yang berbeda dengan topik yang juga berbeda. Bagi saya, hal itu menyenangkan. Setelah bertumbuh besar menjadi anak SMP, saya ingin menjadi jurnalis sepak bola. Bukan bepergian ke tempat yang dengan kemungkinan saya akan menolak, tetapi arena sepak bola yang besar dan tersebar di berbagai benua adalah tempat-tempat yang saya sangat ingin kunjungi. Kalau seperti ini, dewasa dan masih menonton bola bukan lagi di TV dan duduk di kursi.

Memiliki karier seputar dunia sepak bola memang menyenangkan bagi yang sangat menyukai olahraga ini. Bukan hanya pertandingannya saja, tetapi juga  faktor-faktor eksternal lainnya yang mendukung serunya pertandingan ini, seperti jual-beli pemain antarklub atau fakta bahwa ada kecurangan dalam pengaturan skor. Liputan-liputan seperti ini yang semenjak dulu saya inginkan untuk tulis. Seperti ini yang dimaksud dengan mengikuti sepak bola sebagai salah satu tanggung jawab orang dewasa.

Orang-orang dewasa yang punya tanggung jawab seperti ini jarang. Salah satunya (dan mungkin satu-satunya yang saya tahu dan juga yang saya suka tulisannya) adalah Pangeran Siahaan. Dia mungkin belum menjadi orang dewasa yang berkesibukan dengan urusan keluarga (sepertinya begitu), tapi sudah bisa diperhitungkan sebagai orang dewasa juga. Orang dewasa satu ini seringkali menuliskan analisis sebuah pertandingan bola yang dianggapnya menarik. Tidak hanya itu, ia juga menuliskan analisis respon penonton bola yang seringkali kurang pas dengan apa yang terjadi. Beberapa ia tulis di blog pribadi dan beberapa lagi ditulis di sebuah media online tempatnya bekerja.

Sebagai orang muda, saya sendiri merasakan gap antara saya dan ayah saya atau om-om saya yang waktu saya kecil masih menonton bola, tetapi sekarang tidak lagi. Menjadi seorang penggemar sepak bola dan di saat yang bersamaan menjadi orang dewasa adalah hal yang tidak mudah untuk dilalui. Sebagai anak muda, saya sih berharap untuk menjadi salah satu orang dewasa dan masih nonton bola. Bukannya naif, tetapi saya menemukan sepak bola lebih dari sekedar olahraga. Bukan juga fanatik, akhirnya ini hanya sebuah hobi.