Sebagai
olahraga favorit di Indonesia, sepak bola menjalankan tugasnya dalam memberikan
hiburan kepada seluruh kalangan di Indonesia. Tidak hanya pertandingan bola
dalam negeri saja yang menarik perhatian penonton bola sekalian, pertandingan
bola di luar negeri ternyata lebih menarik bagi sebagian besar kalangan
penonton bola di Indonesia.
Penonton
bola tersebar dari anak-anak SD yang baru mengenali nama tim, logo tim, warna
baju tim dan pemain-pemain terkenalnya, sampai kepada orang-orang tua yang
sudah mengikuti dunia pesepakbolaan selama puluhan tahun hidupnya. Makin tua, para
penonton bola ini akan memiliki opini yang semakin berkembang seiring dengan
pengetahuan mereka akan sepak bola yang juga makin berkembang.
Tidak
hanya itu. Seiring bertambahnya umur, kesibukan juga bertambah. Sibuk kuliah,
lalu akan sibuk kerja, sibuk pacaran, sibuk urus pernikahan, sibuk urus
keluarga, lalu yang terakhir sibuk mengurus kematian yang nikmat. Biasanya,
seorang penggemar sepak bola sejati akan menyempatkan diri mereka untuk
setidaknya menonton tim favoritnya bermain. Kesibukan-kesibukan seperti ini
akan menjadi alasan untuk tidak lagi mengikuti perkembangan bola seperti saat
orang-orang dewasa ini masih muda dan masih kurang kerjaan.
Maksud
dewasa di sini bukanlah secara kepribadian atau akhlak dan perbuatan budiman.
Ini semata-mata hanya berbicara soal umur, pengalaman, dan tanggung jawab yang
lebih besar. Dengan demikian, sepak bola menjadi prioritas yang tidak lagi
utama.
Jika dibandingkan,
perbandingannya akan jauh sekali dengan anak-anak muda sekarang. Mungkin,
anak-anak muda yang memperhatikan sepak bola masa kini beserta sejarah
pemain-pemain yang dulu bisa mengimbangi pengetahuan orang-orang yang sudah
dewasa itu, sedangkan orang-orang dewasa belum tentu fasih dengan kondisi
pemain-pemain yang sedang bermain pada masa itu. Hal ini terjadi bukan karena
orang-orang dewasa tidak mengerti, tetapi karena sudah tidak perhatian lagi.
Selain itu, internet yang memudahkan anak-anak muda masa kini untuk mengetahui
sepak bola pada masa lalu juga menjadi salah satu hal yang menambah jauh jarak
pengetahuan antara “kalangan muda” dan “kalangan tua” dalam hal sepak bola.
Kasus di atas memang terjadi pada sebagian
besar orang dewasa yang semakin bertambah banyak tanggung jawab dan menurunkan
prioritas mengikuti pertandingan sepak bola. Bagaimana pada sebagian kecil
orang dewasa yang masih menonton sepak bola hingga hari ini? Apakah tanggung
jawab mereka lebih kecil daripada orang-orang dewasa yang lain? Ya, mungkin
saja. Ataukah sebenarnya sepak bola merupakan salah satu dari tanggung jawab
mereka, sehingga mereka memang seharusnya dewasa dan masih menonton sepak bola?
Nah, ini yang seru.
Sedari SD, saya sudah ingin jadi
jurnalis. Bepergian dan menulis, kemudian saya dibayar untuk melakukan hal yang
sama berulang-ulang di tempat yang berbeda dengan topik yang juga berbeda. Bagi
saya, hal itu menyenangkan. Setelah bertumbuh besar menjadi anak SMP, saya
ingin menjadi jurnalis sepak bola. Bukan bepergian ke tempat yang dengan
kemungkinan saya akan menolak, tetapi arena sepak bola yang besar dan tersebar
di berbagai benua adalah tempat-tempat yang saya sangat ingin kunjungi. Kalau
seperti ini, dewasa dan masih menonton bola bukan lagi di TV dan duduk di
kursi.
Memiliki karier seputar dunia
sepak bola memang menyenangkan bagi yang sangat menyukai olahraga ini. Bukan
hanya pertandingannya saja, tetapi juga
faktor-faktor eksternal lainnya yang mendukung serunya pertandingan ini,
seperti jual-beli pemain antarklub atau fakta bahwa ada kecurangan dalam
pengaturan skor. Liputan-liputan seperti ini yang semenjak dulu saya inginkan
untuk tulis. Seperti ini yang dimaksud dengan mengikuti sepak bola sebagai
salah satu tanggung jawab orang dewasa.
Orang-orang dewasa yang punya
tanggung jawab seperti ini jarang. Salah satunya (dan mungkin satu-satunya yang
saya tahu dan juga yang saya suka tulisannya) adalah Pangeran Siahaan. Dia
mungkin belum menjadi orang dewasa yang berkesibukan dengan urusan keluarga
(sepertinya begitu), tapi sudah bisa diperhitungkan sebagai orang dewasa juga. Orang
dewasa satu ini seringkali menuliskan analisis sebuah pertandingan bola yang
dianggapnya menarik. Tidak hanya itu, ia juga menuliskan analisis respon
penonton bola yang seringkali kurang pas dengan apa yang terjadi. Beberapa ia
tulis di blog pribadi dan beberapa lagi ditulis di sebuah media online
tempatnya bekerja.
Sebagai orang muda, saya sendiri
merasakan gap antara saya dan ayah
saya atau om-om saya yang waktu saya kecil masih menonton bola, tetapi sekarang
tidak lagi. Menjadi seorang penggemar sepak bola dan di saat yang bersamaan
menjadi orang dewasa adalah hal yang tidak mudah untuk dilalui. Sebagai anak
muda, saya sih berharap untuk menjadi
salah satu orang dewasa dan masih nonton bola. Bukannya naif, tetapi saya
menemukan sepak bola lebih dari sekedar olahraga. Bukan juga fanatik, akhirnya
ini hanya sebuah hobi.