Sudah 3 bulan. Perjalanannya
makin dibuat susah dengan liburan panjang sekolah. Awalnya sih menyenangkan. Kami berdua (dan dengan segenap angkatan kami) pergi
ke Lombok. Di sana kami lumayan banyak menikmati waktu-waktu berdua.
Minggu kemudian, datanglah
penyiksaan batin kepada si cewe. Saya (dengan senang) pergi meninggalkan dia ke
Kupang. Pergi ke Kupang, yang jauh, tentu tidak akan secepat itu. Saya menetap
di sana selama 7 hari. Berjalan-jalan ke sana kemari tanpa khawatir akan
keberadaan yang di Jakarta, saya tetap yakin Tuhan menyertai dirinya dari
godaan. Lebih kacau lagi adalah ketika 3 hari terakhir saya pindah tempat
menginap dan sama sekali tidak ada sinyal. HP saya memang butut.
Maka terdengarlah isak tangis
dari Jakarta Raya sampai ke telinga saya. Tapi, namanya juga sudah malam, maka
saya meneruskan tidur saya dengan lelap. Maklum, saya tidurnya sama orang yang
suka ngorok, jadi suara tangisannya
kecil sekali.
Setelah pulang dari Kupang, saya
langsung dipaksa pulang ke Jakarta. Padahal, tadinya saya mau ikut sepupu saya ke
Bandung dan menginap selama 2 hari. Tapi, apa daya. Jadilah saya pulang ke
rumah dan esok harinya bertemu si cewe.
Tidak lama setelah hari itu,
dibalasnya pula saya. Dia pergi ke puncak selama 5 hari dengan keluarganya. Tinggallah
saya di Jakarta bersama dengan isinya. Sekarang saya hampir tidak ingat sama
sekali dengan apa yang terjadi selama hari-hari itu.
Setelah 5 hari dari puncak, kami
harus menikmati kebersamaan kami dengan menjadi panitia MOS untuk anak murid
baru. Acara pertamanya itu adalah camping
di Bogor. Ya, lumayanlah. Di sana kami bekerja sama sebagai teman sekerja yang
setara. Selama kami mempersiapkan bermacam-macam hal, tidak jarang kami
mendengar beberapa guru (termasuk Ibu Kepala Sekolah) dan teman-teman yang lain
menggoda kami dan mengelu-elukan (maaf, ga tau lagi kata yang lebih tepat).
Persis setelah acara camping, si cewe dengan santainya
meninggalkan saya ke Singapore selama 3 hari. Giliran dia yang susah
berkomunikasi. Harus pinjam BB tantenya dulu untuk bisa online Twitter
sebentar. Selebihnya tidak bisa apa-apa lagi. Kemudian, waktu si cewe ini
pulang, saya menuliskan sebuah tulisan selamat datang dan saya kirim ke
emailnya. Kata si cewe, dia langsung ga bisa tidur setelah baca.
Oh iya, ada tambahan wacana. Hari
sabtu kemarin (14 Juli 2012), ada dialog kecil antara saya dan papa saya B-)
Papa:
Jadi gimana kamu sama Vani rencananya?
Aldo:
*Dengan santai dan cool abisss* Ya, jangka panjang pa.
Papa:
*Clingak-clinguk cari Mama*
Aldo:
Kenapa? Papa baru sadar dia Cina? *masih santai*
Papa:
Ya, kalo bisa orang Batak bang...
Dialognya selesai sampai di situ
saja. Mungkin Papa sama sekali tidak ada maksud rasisme. Papa sepertinya sedang
sadar kalau saya tinggal anak satu-satunya dan laki-laki pula. Kakak saya yang
perempuan sudah diambil orang Inggris, lalu saya? Tidak salah kalau Papa ingin
saya sama orang Batak. Tapi, saya lebih tidak salah kalau jatuh cinta sama orang
Cina.